@MyYM @MyFacebook @MyTwitter @MyYuwie @MyFriendster
binmuhsin_group@yahoo.co.id
===
Nama MK : Farmakognosi
Kode MK/SKS : FAD 1101/2
Prasyarat : Biologi Sel (FAD 1001)
Status : Wajib untuk minat PST dan CCP
Diskripsi MK
Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi SI IImu Farmasi dan Program Studi Obat Alami yang memberi pengetahuan tentang obat-obatan yang berasal dan tumbuhan dan hewan. Di dalam kuliah ini dibahas tentang definisi, sejarah Farmakognosi, tatanama dan taksonomi tumbuhan, tumbuhan dan hewan sebagai sumber obat, pendekatan taksonomi untuk mengkaji tumbuhan obat dan hewan untuk obat, aktivitas farmakologi bahan alami, produksi simplisia, perubahan simplisia dalam penyimpanan, produk alami dan HTS (High Throughput Screening), senyawa bioaktif dari organisme kelautan, tanaman obat sebagai bahan dasar penemuan obat baru, metabolit primer dan asal usul metabolit sekunder, asam organik dan lipida, karbohidrat, glikosida, minyak atsiri dan resin, steroid, isoprenoid, alkaloid, antikanker dari tumbuhan, obat dengan aktivitas antihepatotoksik dan hipoglikemik, dan identifikasi obat alami.
Tujuan Pembelajaran:
Mata kuliah ini memberikan dasar-dasar dalam rnengethui, memahami, dan mengerti obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan serta ruang Iingkupnya dalam praktek pengobatan modern maupun tradisional.
Dengan mengambil mata kuliah ini dan mata kuliah lain yang terkait, mahasiswa mampu menjelaskan kegunaan obat yang berasal dari tumbuhan dan hewan serta pemeriksaan identitas obat alami.
Materi Pembelajaran :
Perkuliahan MK ini selama satu semester akan dibagi menjadi 14 kali pertemuan atau 14 minggu, masing-masing selama 2x50 menit, dan kegiatan tidak tenjadwal sebanyak 28x50 menit (belajar mandiri, riset pustaka, dan mengerjakan tugas).
Topik-topik yang akan dibahas selama satu semester meliputi :
I. Definisi Farmakognosi, obat tradisional, jamu, fitofarmaka, zoofarmaka, fitoterapi, homoeopati, dan aromaterapi; penggoIongan obat, sistem penamaan tumbuhan, serta hubungan tumbuhan obat dan penemuan obat baru (2 x pertemuan).
2. Biosintesis dan metabolisme produk alami (2 x petemuan).
3. Tumbuhan obat sebagai bahan baku fitofarmasetikal (1 x pertemuan).
4. Bahan obat yang berasal dan metabolisme primer: karbohidrat, lipida, dan protein (2 x pertemuan).
5. Bahan obat yang berasal dari metabolisme sekunder: glikosida, terpenoid, alkaloid, serta tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan (5 x pertemuan).
6. Identifikasi simplisia (1 x pertemuan).
7. Pengembangan penemuan obat baru di masa mendatang (1 x pertemuan).
Learning Outcomes
Setelah selesai kuliah ini, mahasiswa diharapkan akan :
1. Mampu menjelaskan asal-usul Farmakognosi serta ruang lingkupnya serta istilah yang terkait.
2. Mampu menyebutkan tumbuhan dan hewan yang digunakan sebagai obat serta kandungan berkhasiat,
3. Mampu menyebutkan berbagai sifat fisika-kimia, stuktur, dan kegunaan senyawa alami yang digunakan sebagai obat.,
4. Mampu memeriksa kemurnian dan identifikasi simplisia, baik domestik maupun impor, dan
5. Mampu menjelaskan tumbuhan dan hewan sebagai sumber inspirasi penemuan obat baru.
DAFTAR PUSTAKA
Bruneton , J. ,1999, Pharmacognosy — Phytochemistry – Medicinal Plants, Second, Lavoisier Pub. Inc. c/o Springer Verlag, Secausus USA.
Evans,W.C. and Evans,D., 2002, Trease and Evans Pharmacognosy, 15 th Edition, W.B.Saunders, Edinburg, London.
Samuellsson G.. 1999. Drugs of Natural Origin — A Textbook of Pharmacognosy. 4 th Revised Edition, Apotekarsocieteten, Stockholm, Sweden.
Tyler,V.E, Brady.L R.. Robbers J.E., 1988. Pharmacognosy, Ninth Edition, Lea & Febiger. Philadephia.
Retno Sunarminingsih Sudibyo, 2002, Metabolit Sekunder: Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar UGM, Jogjakarta.
Anonim,1975-1995, Materia Medika Indonesia. jilid I-VI, Dep, Kes. RI, Jakarta
Anonim,1990, Cara Pembuatan Simplisia, Dep. Kes RI. Jakarta
Anonim, 1990, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Balk, Dep. Kes. RI. Jakarta
Warta Tumbuhan Obat Indonesia dan jurnal terkait.
Informasi dan Internet search engine (Yahoo!, Google, dll).
Informasi dan website yang terkait.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
1. Farmakognosi (Pharmacognosy)
“Pharmacognosy is a multidisciplinary subject which comprises parts of botany, organic chemistry, biochemistry, and pharmacology” (Samuelssofl, 1991).
“The subject of pharmacognosy deals with natural products used as or for the production and discovery of drugs” (Samuelsson, 1999).
“A natural product can be entire organism such as a plant, an animal or a microorganism, which has not been subjected to any treatment except, perhaps, to a simple process of preservation such as drying”
“Crude drug is used for those natural products such as plant or parts of plants, extracts, and exudates which are not pure compounds.
2. Obat tradisional
a. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. (menurut Permenkes 246/Menkes/Per/V/1990).
b. Obat tradisional berlisensi adalah obat tradisional asing yang diproduksi oleh suatu industri obat tradisional (lOT) atas persetujuan dari perusahaan yang bersangkutan dengan memakai merek dan nama dagang perusahaan tersebut.
c. lndustri Obat Tradisional (lOT) adalah perusahaan OT dengan total aset di atas Rp 600 juta tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
d. Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah perusahaan OT dengan total aset di bawah Rp 600 juta tidak termasuk harga tanah dan bangunan.
e. Jamu adalah nama asli Indonesia untuk obat tradisional. Ada beberapa macam jenis usaha secara perorangan, misalnya Usaha Jamu racikan, Usaha Jamu Gendong atau, Jamu Bagolan. Tulisan ”JAMU” di dalam lingkaran hitam digunakan sebagai penanda produk obat tradisional pada umumnya.
f. Sediaan herbal adalah sediaan OT yang bahan dasarnya berupa ekstrak. Merupakan jembatan antara jamu dengan fitofarmaka.
g. Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Fitofarmaka setaraf dengan obat modern. (Permenkes nomor 76OIMenkesIPerIlXIl 992).
h. Fitoterapi sama dengan fitofarmaka.
I. Herbal medicine merupakan istilah Anglo-Saxon untuk obat tradisional.
j. Homoeopati adalah sistem pengobatan dengan menggunakan bahan obat dalam bentuk pengenceran yang besar, jadi kadar bahan obat sangat kecil.
k. Aromaterapi adalah pengobatan atau pemeliharaan kesehatan dengan menggunakan minyak atsiri. Hal ini sangat erat hubungannya dengan Spa (Sano par aqua), yaitu pemeliharaan kesehatan atau kebuugaran dengan air dan minyak atsiri.
I. Etnobotani adalah ilmu yang mengkaji tentang tanaman yang terkait dengan kehidupan suku bangsa tertentu untuk digunakan utamanya untuk pengobatan dan pemeliharaan kesehatan atau keperluan lain. lImu ini sangat berguna untuk mempelajari tanaman tertentu guna dikembangkan menjadi komoditi yang berguna bagi orang.
m. Etnofarmakologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kegunaan tumbuhan yang memiliki efek farmakologi dalam hubungannya dengan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan oleh suatu suku bangsa.
n. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagiannya.
a. Sediaan galenik adalah bentuk penyarian tumbuhan atau bagiannya yang berupa ekstrak (infusa, ekstrak, dan tingtur).
p. Obat gubal atau simplisia adalah sama dengan crude drugs.
q. Zoofarmaka adalah sama dengan fitofarmaka tetapi bahan dasarnya berasal dari hewan.
BAB II
OBAT GUBAL (CRUDE DRUGS)
A. Tata-nama dan Produksi Obat Gubal
1 . Tatanama (Nomenclatur)
Kebanyakan obat gubal berasal dari tumbuhan. Nama tumbuhan obat sering dalam bahasa Latin Famasi. Di negara yang menggunakan bahasa Inggris, biasanya sering digunakan nama Inggris. Nama Latin biasanya kata pertama menunjukkan marga (genus) dan kata kedua menunjukkan jenis (species) tumbuhan, demikian pula bagian tumbuhan yang digunakan. Kata ini yang digunakan untuk menunjukkan bagian tanaman:
v Radix : akar (root), sering tidak sama dengan konsep botani. Namanya radix ternyata merupakan rhizomes (akar tinggal).
v Rhizoma : akar tinggal (rhizome), batang di dalam tanah, biasanya mempunyai akar lateral.
v Tuber : bagian di dalam tanah yang mengandung nutrisi, yang secara botani merupakan akar/rhizoma. Tuber adalah bagian tumbuhan yang menebal, utamanya terdiri dari parenkim tempat menyimpan makanan (biasanya pati/amilum) dan dengan sedikit bagian yang berkayu.
v Bulbus : onion, umbi Iapis. Secara botani umbi Iapis adalah batang, yang diselimuti dengan daun bernutrisi yang biasanya hanya sedikit mengandung klorofil.
v Lignum : wood, kayu. Secara botani adalah bagian xilem yang berkayu. Namun sering keliru, misalnya Quassiae Iignum juga mengandung kulit batang yang tebal, walaupun hanya sebagian kecil.
v Cortex : bark, kulit kayu. Berupa seluruh jaringan di luar kambium. Dapat berasal dan akar, batang, dan cabang.
v Folium : leaf, daun terdiri dari daun tengah pada tumbuhan.
v Flos : flower, bunga yang terdiri dari bunga tunggal atau seluruh karangan bunga.
v Fructus : fruit, buah yang berupa buah yang belum masak, sudah tua belum masak, sudah masak.
v Pericarpium : fruit peel, kulit buah.
v Semen : seed, biji terdiri dan seluruh biji atau biji tanpa kulit.
v Herba : herb, Bagian tumbuhan di atas tanah (aerial parts) terdiri dari batang, daun, bunga, dan buah.
v Aetheroleum : essential oil, volatile oil. Minyak atsiri (minyak menguap, minyak terbang) adalah produk yang berasal dari tumbuhan atau bagiannya yang berbau khas yang terdiri banyak komponen yang komplek dan bersifat menguap.
v Oleum : oil, minyak lemak (fixed oil) yang berasal dari tumbuhan yang dipisahkan dengan pengepresan.
v Pyroleum : tar, dibuat dengan destilasi kering bahan tumbuhan.
v Resina : resin, yaitu produk dan sekret tumbuhan tertentu atau hasil destilasi balsam, yaitu residu penyulingan balsam.
v Balsamum : balsam, Ianutan resin dalam minyak atsiri yang dihasilkan oleh tumbuhan tertentu.
Beberapa contoh:
Nama obat gubal (simplisia) terdiri dari dua patah kata, misalnya Digitalis folium (daun digitalis) berasal dari tanaman jenis Digitalis purpurea. Untuk Cocae folium berasal dari tanaman Erythroxylum coca. Beberapa simplisia hanya dinamai dengan satu kata, misalnya Opium, Gallae, Aloe, dsb.
2. Produksi obat gubal
Simplisia dapat berasal dari tumbuhan liar atau tanaman yang dibudidaya. Metode yang digunakan dalam produksi untuk setiap jenis simplisia sangat tergantung dari faktor ekonomi. Ini dapat disarankan untuk mengumpulkan bahan simplisia dari tumbuhan liar, jika di alam banyak terdapat dan beayanya nisbi rendah, sebaliknya di alam langka dan beaya tinggi maka perlu untuk dibudidaya. Misalnya di Meksiko, umbi Dioscorea spp. Dikumpulkan dari tumbuhan liar, sedangkan di Eropa daun digitalis diproduksi dengan budidaya. Selain faktor ekonomi, pemilihan metode produksi simplisia juga tergantung dari faktor Iingkungan. Suatu permintaan yang tinggi simplisia yang dikumpulkan dari tumbuhan liar akan berakibat tumbuhan itu akan menjadi Iangka atau bahkan terancam kepunahan. Contoh yang mutakhir adalah ditemukannya obat kanker, yaitu paklitaksel atau turunan taxol dari kulit batang Taxus brevifolia, suatu tumbuhan kecil yang berasal dari Amerika Utara bagian barat. Di masa mendatang untuk simplisia yang banyak diminta dan alasan faktor lingkungan serta kualitas yang seragam (terstandardisasi) maka langkah budidaya sangat diperlukan. Obat akan dikumpulkan atau dibudidaya di seluruh dunia.
a. Budidava tanaman obat. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara cara budidaya (cultivation) tanaman obat dan tanaman hortikultura dan pertanian Iainnya. Beberapa faedah dari budidaya tanaman obat dari pada pengumpulan dari tumbuhan liar. Kondisi tanah, keteduhan, kelembaban, penyakit tanaman dapat diawasi. Pemanenan lebih menjamin keseragaman tahap perkembangan dan tumbuh bersama pada Iuas tanah yang terbatas. Hal ini memudahkan penanganan bahan pada tahap penanganan pasca panen. Pengeringan harus dilakukan secepatnya dan efisien, sehingga kandungan aktif farmakologik tidak berubah. Semua faktor tersebut akan menjamin dihasilkannya simplisia yang berkualitas tinggi serta seragam.
Faedah lain dalam budidaya tanaman obat adalah bahwa ekstraksi kandungan senyawa yang diinginkan dapat terkait dengan budidaya, misalnya produksi minyak atsiri. Akhirnya, budidaya dapat digabung dengan pemuliaan tanaman, akan diperoleh tanaman yang mengandung kandungan senyawa bioaktif yang dikehendaki lebih tinggi.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kandungan bioaktif dalam tumbuhan. Perlu diketahui kandungan kimia aktif setiap jenis atau bagian tumbuhan agar diperoleh tanaman budidaya dengan hasil panenan yang terbaik. Ada dua faktor yang terkait, yaitu faktor ekstrinsik (iklim dan tanah) serta faktor intrinsik (gen - pembawa sifat keturunan).
b. Iklim. Suhu, curah hujan, jam kena cahaya, dan tinggi tanah merupakan faktor iklim yang sangat penting untuk perkembangan tumbuhan. Pada umumnya tumbuhan tidak tahan terhadap perubahan iklim yang mendadak, tetapi sangat cocok dengan iklim yang sesuai pada waktu tumbuhan itu ditemukan tumbuh subur. Ada beberapa perkecualian, misalnya tanaman opium (Papaver somniferum) tumbuh pada iklim sedang atau subtropis (misalnya di negara-negara Mediteran, Balkan, Turki). Akan tetapi, juga dapat tumbuh di daerah Skandinavia dengan jumlah dan jenis alkaloid yang sama. Contoh lain, tanaman Cinchona succirubra dapat tumbuh baik pada tanah dengan ketinggian 1000-3000 m, tetapi juga dapat tumbuh pada ketinggian Iebih rendah namun kandungan alkaloidnya jauh lebih rendah.
Pengaruh iklim terhadap tumbuhan dapat dipelajari dalam phytotron, yaitu suatu ruangan khusus (technical advance greenhouse) yang dapat diatur berbagai macam faktor iklim yang berpengaruh.
c. Tanah. Sifat tanah secara fisikawi dan kimiawi menunjukkan variasi yang besar. Tanah adalah campuran partikel mineral, terbentuk dari kikisan batu, dan komponen organik, humus, terbentuk dari pembusukan tumbuhan dan hewan. Tanah yang gembur atau subur mengandung 1,5 – 5 % humus, yang kurus kurang dari 0,5%.
Kapasitas pengikatan air dari tanah, sangat penting bagi tanaman, tergantung dari ukuran partikel komponen tanah. Tanah terdiri dari utamanya partikel halus (2-20 µm) disebut Iempung/tanah liat (clay). Pasir (sand) terdiri partikel yang lebih besar (20 µm-2 mm), dan kenikil (gravel) atau butiran kasar (2-20 mm). Campuran juga ada misalnya tanah jenis sandy cla. Tanah liat (clay) memiliki kapasitas mengikat air besar, yaitu sampai 40% volum dan permeabilitas udara rendah, sedangkan tanah berpasir (sandy soil) mudah mengering dan permeabilitas udara tinggi.
Tinggi-rendah pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan tumbuhan, hal ini sangat tergantung atas kandungan alkali. Tanah yang kaya humus dan kandungan alkali nendah, maka tanah itu bersifat asam, sedangkan kandungan alkali tinggi mengakibatkan pH tinggi. Berbagai sifat tanah mirip dengan berbagai faktor iklim dan tumbuhan akan menyesuaikan untuk tumbuh pada tipe tanah berbeda. Akan tetapi, kebanyakan tumbuhan akan tumbuh dengan baik pada tanah yang netral, kaya humus, dan komposisi tanah terdiri dari partikel halus dan hebih kasar, sehingga terjadi kombinasi yang baik antara kemampuan mengikat air dan permeabilitas udara.
Garam nutritif, yaitu garam yang diserap oleh tumbuhan, mungkin akan ikut hilang dari lahan tersebut pada waktu pemanenan. Penggantian garam nutritif yang hilang ini harus diganti dengan pemupukan dengan pupuk NPK (Nitrogen, Fosfat, Kalium), yaitu garam yang diperlukan dalam jumlah besar. Ada sejumlah besar unsur mikro yang diperlukan dalam jumlah sedikit. Pemupukan Farmyard sangat bagus untuk dilakukan karena selain garam nutritif juga mengandung humus serta mikroorganisma yang diperlukan. Akan tetapi pemupukan dengan pupuk hijau sering sukar dilakukan karena tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi, jadi perlu dilengkapi dengan pupuk anorganik. Pemupukan yang tepat harus didahului dengan analisis tanah, yang menunjukkan kandungan nutrien mutakhir dalam tanah.
d. Pengairan, pemberentasan gulma, dan hama penyakit. Untuk berkembang baik tumbuhan memerlukan air yang cukup. Apabila curah hujan rendah maka tanah pertanian perlu diairi, dengan cara lewat pematang atau langsung disirami. Ketersediaan air yang baik dan cukup merupakan kunci keberhasilan budidaya tanaman obat.
Gulma merupakan tumbuhan pengganggu yang tetap pada tanaman obat.Utamanya pada permulaan perkembangan tanaman, gulma tumbuh lebih cepat daripada tanamannya dan dapat mendominasi lahan tersebut bila tidak diberantas. Apabila herbisida tidak tersedia maka penyiangan (pemberantasan gulma) dilakukan secara manual. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan penda-ngiran dan beayanya cukup tinggi.
Serangan hama, misalnya serangga akan menyerang baik bagian tanaman di atas maupun di dalam tanah, sedangkan cacing dan nematoda akan menyerang di bagian tanaman di dalam tanah. Kapang dan virus juga dapat menyerang tanaman. Dengan bahan kimia dapat diberantas pengganggu tersebut walaupun tidak semua. Yang perlu diperhatikan adalah residu pestisida yang tidak boleh ada dalam bagian tanaman yang dipanen. Pemberantasan serangga secara biologi lebih diutamakan, karena tidak meninggalkan residu. Misalnya dengan menggunakan predator (pemangsa hama).
e. Propagasi tanaman dengan biji. Tanaman dapat diperbanyak dengan biji atau secara vegetatif. Biji dapat tumbuh setelah periode istirahat (period of rest), yang sesuai dengan waktu buah masak dan perkecambahan. Kadang-kadang untuk mematahkan dormancy perlu diperlakukan istimewa, misalnya dengan membiarkan pada suhu rendah, ini dilakukan untuk biji tanaman yang tumbuh di daerah dingin. Biji dapat ditanam langsung di lahan pertanian atau disemaikan dahulu dipersemaian. Kecepatan perkecambahan menurun tergantung dari lama penyimpanan.
f. Propagasi tanaman secara vegetatif. Reproduksi secara vegetatif dapat dilakukan dengan beberapa cara. Perbanyakan dapat dilakukan dengan menggunakan bulbus atau akar tinggal (stolon atau rhizoma), stek ranting atau batang atau daun. (sosor bebek atau Kalanchu pinnata)., Bila perlu dilakukan pada nampan atau lahan pembibitan atau ditanam pada polibag.
3. Pengumpulan dan pemanenan tumbuhan obat
Berdasarkan Permenkes 659/MENKES/SK/X/1991 mengenai Cara Pembuatan Obat Tradisonal yang Baik (CPOTB) yang memiliki landasan umum, bahwa obat tradisional diperlukan masyarakat untuk memelihara kesehatan, untuk mengobati gangguan kesehatan serta memulihkan kesehatan. Untuk mencapai itu perlu dilakukan langkah-langkah agar obat tradisional yang dihasilkan aman (safety), bermanfaat (efficacy), dan bermutu (quality). Disebutkan pula bahwa keamanan obat tradisional sangat tergantung pada bahan baku, bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan, pengemas, serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional. CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional dengan pengawasan menyeluruh atau terpadu dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang selalu memenuhi persyaratan yang berlaku.
Dalam CPOTB, definisi bahan baku adalah sebagai berikut. Bahan baku ialah simplisia, sediaan galenik, bahan tambahan atau bahan lainnva, baik yang berkhasiat maupun yang tidak berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam pengolahan obat tradisional, walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam produk ruahan. Suatu definisi yang cukup jelas namun rumit juga karena dalam keterangan selanjutnya tidak dirinci dalam peraturan ini. Namun demikian mengenai istilah simplisia, sediaan galenik, dan bahan tambahan, batasannya terdapat dalam peraturan lain yang terkait dengan obat tradisional.
Dalam peraturan ini, definisi pembuatan ialah seluruh rangkaian kegiatan yang meliputi pengadaan bahan (termasuk penyiapan bahan baku), pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap untuk didistribusikan. Jadi penyiapan bahan baku merupakan tahapan yang awal dan tidak boleh diabaikan, karena akan sangat menentukan mutu produk jadi obat tradisional. Selanjutnya akan diuraikan mengenai tahapan dalam penyiapan bahan baku obat tradisional, namun dalam kesempatan ini hanya diuraikan mengenai penyiapan simplisia dan sediaan galenik.
a. Penyiapan simplisia
Dalam penyiapan atau pembuatan simplisia, tahapan yang perlu diperhatikan adalah (a) bahan baku simplisia, (b) proses pembuatan simplisia, dan (c) cara pengepakan/pengemasan dan penyimpanan simplisia.
1). Bahan baku simplisia. Dalam pembuatan simplisia, kualitas bahan baku simplisia merupakan faktor yang penting yang perlu diperhatikan. Sumber bahan baku dapat berupa tumbuhan, hewan, maupun mineral. Dalam uraian ini dibatasi yang berasal dari bahan nabati saja. Hal ini kami Iakukan karena berdasarkan kenyataan bahwa simplisia nabati merupakan komponen utama dalam produk obat tradisional. Simplisia nabati yang ideal dapat ditinjau dari asal tumbuhan tersebut. Tumbuhan tersebut dapat berasal dari tanaman budidaya maupun tumbuhan liar.
a). Tanaman budidaya. Tanaman ini sengaja dibudidaya seperti yang diuraikan di atas, di Eropa dan Amerika telah diberlakukan mengenai GAP (Good Agriculturing Practice) untuk digunakan sebagai sumber bahan baku simplisia. Untuk itu bibit tanaman harus dipilih yang baik, ditinjau dari penampilan dan kandungan senyawa berkhasiat, atau dengan kata lain berkualitas atau bermutu tinggi. Misalnya rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Rhizoma) dipilih yang rimpangnya besar-besar dan kandungan kurkuminoid serta minyak atsirinya tinggi. Simplisia yang berasal dari tanaman budidaya selain berkualitas, juga sama rata atau homogen sehingga dari waktu ke waktu akan dihasilkan simplisia yang bermutu mendekati ajeg atau konsisten. Dari simplisia tersebut akan dihasilkan produk obat tradisional yang “reproducible” atau ajeg khasiatnya. Perlu diperhatikan pula bahwa tanaman budidaya dapat bervariasi kualitasnya bila ditanam secara monokultur (tanaman tunggal) dibanding dengan tanaman tumpangsari. Demikian juga terdapat faktor lain yang berpengaruh terhadap penampilan dan kandungan kimia suatu tanaman, antara lain tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dsb. Sehingga tidak heran bila kita temukan dalam pasaran bahwa bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari daerah tertentu memiliki keunggulan tertentu pula.
b). Tumbuhan liar. Tumbuhan liar artinya tumbuhan tersebut tidak dibudidaya atau tumbuh liar. Sebetulnya tumbuhan liar tersebut dapat dibudidayakan. Namun hal ini jarang dilakukan oleh petani karena tradisi atau kebiasaan. Dari balai-balai penelitian dapat kita peroleh informasi mengenai cara budidaya tanaman obat tersebut yang semula merupakan tumbuhan liar. Mengenai cara budidaya juga dapat ditemukan dalam pustaka, misalnya Materia Medika Indonesia JiIid I dan II (sekarang sudah terbit enam jilid) atau buku lain yang terkait dengan tanaman obat. Agar bahan tumbuhan yang berasal dan tumbuhan liar ini mutunya dapat dipertahankan, dipenlukan pengawasan kualitas secara intern yang baik. Apabila suatu bahan baku simplisia yang berasal dari tumbuhan liar ini melangka, padahal permintaan pasar tinggi, maka sering kita jumpai adanya pemalsuan. Dan pengalaman dapat kita lacak kemudian dicatat asal-usul bahan tumbuhan yang berasal dari tumbuhan liar tersebut, kita periksa kadar bahan berkhasiat, sehingga kita dapat memilih bahan simplisia serupa untuk produk kita di masa mendatang. Pekerjaan terakhir ini dalam dunia botani disebut “mapping” artinya membuat peta mengenai habitat (tempat tumbuh) tumbuhan tertentu. Misalnya untuk mendapatkan kayuangin (Usnea spp.) sekarang harus mendatangkan dari Jawa Timur (Banyuwangi), karena di Jawa Tengah mulai jarang ditemukan. Sudah saatnya pegagan (Centella asiatica (L). Urban) dibudidayakan karena banyak jamu racikan yang rnengandung herba pegagan.
c). Bahan simplisia dipenoleh dan “pengepul”. Dalam hal ini ada yang berbentuk segar atau sudah merupakan simplisia. Untuk itu perlu penanganan yang khusus tergantung dari bentuknya tadi. Sayang sampai saat ini belum ada pengolah simplisia yang dapat diandalkan sehingga industri jamu dapat memperoleh simplisia yang bermutu dari pengolah tersebut.
b. Pemanenan pada saat yang tepat
Waktu pemanenan yang tepat akan menghasilkan simplisia yang mengandung bahan berkhasiat yang optimal. Kandungan kimia dalam tumbuhan tidak sama sepanjang waktu. Kandungan kimia akan mencapai kadar optimum pada waktu tertentu. Di bawah ini akan diuraikan kapan waktu yang tepat untuk memanen bagian tumbuhan.
Ketentuan saat pemanenan tumbuhan atau bagian tumbuhan adalah sebagai benikut.
(a) Biji (semen) dipanen pada saat buah sudah tua atau buah mengering, misalnya biji kedawung.
(b) Buah (fructus) dikumpulkan pada saat buah sudah masak atau sudah tua tetapi belum masak, misalnya Iada (misalnya pada pemanenan lada, kalau dilakukan pada saat buah sudah tua tetapi belum masak akan dihasilkan lada hitam (Piperis nigri Fructus); tetapi kalau sudah masak akan dihasilkan lada putih (Piperis aIbi Fructus).
(c) Daun (folia) dikumpulkan pada saat tumbuhan menjelang berbunga atau sedang berbunga tetapi belum berbuah.
(d) Bunga (flores/flos) dipanen pada saat masih kuncup (misalnya cengkeh atau melati) atau tepat mekar (misalnya bunga mawar, bunga srigading).
(e) Kulit batang (cortex) diambil dari tanaman atau tumbuhan yang telah tua atau umun yang tepat, sebaiknya pada musim kemarau sehingga kulit kayu mudah dikelupas.
(f) Umbi Iapis (bulbus) dipanen pada waktu umbi mencapai besar optimum, yaitu pada waktu bagian atas tanaman sudah mulai mengering (misalnya bawang putih dan bawang merah).
(g) Rimpang atau “empon-empon (rhizomad) dipanen pada waktu pertumbuhan maksimal dan bagian di atas tanah sudah mulai mengering, yaitu pada permulaan musim kemarau.
c. Proses Pembuatan Simplisia
Setelah dilakukan pemanenan bahan baku simplisia, maka tahapan penanganan pasca panen adalah sebagai berikut.
1). Sortasi basah. Tahap ini perlu dilakukan karena bahan baku simplisia harus benar dan murni, artinya berasal dari tanaman yang merupakan bahan baku simplisia yang dimaksud, bukan dari tanaman lain. Dalam kaitannya dengan ini, perlu dilakukan pemisahan dan pembuangan bahan organik asing atau tumbuhan atau bagian tumbuhan lain yang terikut. Bahan baku simplisia juga harus bersih, artinya tidak boleh tercampur dengan tanah, kerikil, atau pengotor lainnya (misalnya serangga atau bagiannya).
2). Pencucian. Pencucian seyogyanya jangan menggunakan air sungai, karena cemarannya berat. Sebaiknya digunakan air dari mata air, sumur, atau air ledeng (PAM). Setelah dicuci ditiriskan agar kelebihan air cucian mengalir. Ke dalam air untuk mencuci dapat dilarutkan kalium permanganat seperdelapan ribu, hal ini dilakukan untuk menekan angka kuman dan dilakukan untuk pencucian rimpang.
3). Perajangan. Banyak simplisia yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Perajangan dapat dilakukan “manual” atau dengan mesin perajang singkong dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi. Alat perajang atau pisau yang digunakan sebaiknya bukan dan besi (misalnya “stainless steel” eteu baja nirkarat).
4). Pengeringan. Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Selain itu pengeringan akan menghindari teruainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergilus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati, senyawa ini sangat ditakuti oleh konsumen dari Barat. Menurut persyaratan obat tradisional tertera bahwa Angka khamir atau kapang tidak Iebih dari 104. Mikroba patogen harus negatif dan kandungan aflatoksin tidak lebih dari 30 bagian per juta (bpj). Tandanya simplisia sudah kering adalah mudah meremah bila diremas atau mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai kadar air tidak lebih dari 10%. Cara penetapan kadar air dilakukan menurut yang tertera dalam Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Pengeringan sebaiknya jangan di bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan almari pengering yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam untuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Ditekankan di sini bahwa cara pengeringan diupayakan sedemikian rupa sehingga tidak merusak kandungan aktifnya.
5). Sortasi kering. Simplisia yang telah kering tersebut masih sekali lagi dilakukan sortasi untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan simplisia yang rusak karena sebagai akibat proses sebelumnya.
6). Pengepakan dan penyimpanan. Bahan pengepak harus sesuai dengan simplisia yang dipak. Misalnya simplisia yang mengandung minyak atsiri jangan dipak dalam wadah plastik, karena plastik akan menyerap bau bahan tersebut. Bahan pengepak yang baik adalah karung goni atau karung plastik. Simplisia yang ditempatkan dalam karung goni atau karung plastik praktis cara penyimpanannya, yaitu dengan ditumpuk. Selain itu, cara menghandelnya juga mudah serta cukup menjamin dan melindungi simplisia di dalamnya. Pengepak lainnya digunakan menurut keperluannya. Pengepak yang dibuat dari aluminium atau kaleng dan seng mudah melapuk, sehingga perlu dilapisi dengan plastik atau malam atau yang sejenis dengan itu. Penyimpanan harus teratur, rapi, untuk mencegah resiko tercemar atau saling mencemari satu sama lain, serta untuk memudahkan pengambilan, pemeriksaan, dan pemeliharaannya. Simplisia yang disimpan harus diberi label yang mencantumkan identitas, kondisi, jumlah, mutu, dan cara penyimpanannya. Adapun tempat atau gudang penyimpanan harus memenuhi syarat antara lain harus bersih, tentutup, sirkulasi udara baik, tidak lembab, penerangan cukup bila diperlukan, sinar matahari tidak boleh leluasa masuk ke dalam gudang, konstruksi dibuat sedemikian rupa sehingga serangga atau tikus tidak dapat Ieluasa masuk, tidak mudah kebanjiran serta terdapat alas dari kayu yang baik (hati-hati karena balok kayu sangat disukai rayap) atau bahan lain untuk meletakkan simplisia yang sudah dipak tadi. Pengeluaran simplisia yang disimpan harus dilaksanakan dengan cara mendahulukan bahan yang disimpan Iebih awal (“First in — First out” = FIFO).
d. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu simplisia sebaiknya dilakukan secara periodik, selain juga harus diperhatikan untuk pertama kali dilakukan yaitu pada saat bahan simplisia diterima dari pengepul atau pedagang Iainnya. Buku pedoman yang digunakan sebagai pegangan adalah Materia Medika Indonesia atau Farmakope Indonesia. Agar diperoleh simplisia yang tepat, sebaiknya dilakukan arsipasi simplisia sebagai standar intern atau pembanding. Mengenai pemeriksaan mutu, dalam benak kami menginginkan adanya Iaboratorium pemeriksaan mutu simplisia atau obat tradisional yang terakreditasi serta dapat melayani kebutuhan pemeriksaan mutu dari produsen obat tradisional.
e. Rangkuman
Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehaten RI yang terkait dengan obat tradisional sangat bagus. Namun demikian bila pelaksanaannya sulit dilaksanakan oleh produsen maka peraturan itu tidak akan dilaksanakan dengan baik. Akibatnya produk yang dihasilkan tidak seperti yang diinginkan serta CPOTB tidak dapat dilaksanakan secara lengkap. Untuk menyelesaikan masalah tersebut perlu dicari solusinya yang tepat dan cepat. Di Amerika Serikat dan negara MEE (Eropa) merekomendasikan bahwa pemeriksaan mutu obat tradisional secara mikroskopi, kromatografi lapis tipis, dan HPLC merupakan cara baku yang digunakan.
Pustaka Acuan
Departemen Kesehatan R.I., 1994, Kodifikasi Peraturan Perundang-undangan Obat Tradisional, Dirwas Obat Tradisional, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I., 1976 .... 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid I ...VI, Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.
Departemen Kesehatan R.I., 1985, Cara Pembuatan Simplisia, Dirwas Obat Tradisional, Jakarta.
Seabaugh,K. and Smith, M., 1996, USP Open Conference on Botanicals for Medical and Dietary Uses: Standards and Information Issues, The United States Pharmacopeial Convention, Inc., Rockville, Maryland.
BAB III
BIOSINTESIS DAN METABOLISME PRODUK ALAMI
A. Biosintesis Metabolit Primer
1. Biosintesis karbohidrat
a. Produksi monosakarida Iewat fotosintesis. Dalam tumbuhan yang berklorofil, monosakarida diproduksi Iewat fotosintesis, suatu proses biologi yang mengubah energi elektromagnetik menjadi energi kimiawi. Dalam tumbuhan hijau, fotosintesis terdiri dari dua golongan reaksi. Satu golongan terdiri dari reaksi cahaya yang sesungguhnya mengubah energi elektromagnetik menjadi potensi kimiawi. Golongan lain terdiri dari reaksi enzimatik yang menggunakan energi dari reaksi cahaya untuk mengfiksasi karbon dioksida menjadi gula. Reaksi terakhir ini sering disebut reaksi gelap. Hasil dari kedua reaksi tersebut dapat disimpulkan menjadi reaksi sederhana sebagai berikut.
2H20 + CO2 + cahaya (CH2O) + H20 + 02
Walaupun kesimpulan persamaan reaksi merupakan peran serta seluruh reaktan dan produk, namun belum menggambarkan zantara yang terjadi sepanjang proses tersebut. Jadi reaksi yang terjadi tidak sesederhana dalam persamaan reaksi tersebut. Jadi carbon dalam fotosintesis dikerjakan pertama kali oleh Calvin dkk. seperti tercantum dalam Gambar 3 --1.
b. Biosintesis sukrosa. Sukrosa merupakan produk tanaman yang sangat berguna bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa sukrosa tidak hanya gula pertama yang terbentuk dalam proses fotosintesis tetapi juga bahan transpor utama. Pembentukan sukrosa mungkin merupakan prekursor biasa untuk sintesis polisakarida. Meskipun jalur alternatif terdiri dari suatu reaksi antara glukosa 1-fosfat dan fruktosa yang bertanggungjawab untuk produksi sukrosa dalam mikroorganisme tertentu, biosintesis metabolit penting dalam tumbuhan tinggi terjadi menurut jalur yang tergambar pada Gambar 3—2.
Fruktosa 6-fosfat, diturunkan dan daur fotosintetik, diubah menjadi glukosa 1-fosfat yang kemudian bereaksi dengan UTP membentuk UDP-glukosa. UDP-gIukosa bereaksi dengan fruktosa 5-fosfat membentuk pertama sukrosa fosfat, kemudian berubah menjadi sukrosa atau dengan fruktosa langsung membentuk sukrosa.
Gambar 3—1. Jalur biosintesis sukrosa (Tyler et al., 1988)
Gambar 3—2. Jalur biosintesis sukrosa (Tyler et al., 1988)
2. Biosintesis lipid
Bertahun-tahun, sintesis Iemak dan minyak lemak oleh onganisme hidup dipercaya dipengaruhi secara sederhana oleh reaksi balik yang bertanggungjawab pada peruraiannya. Utamanya, hal ini termasuk hidrolisis ester gliserol-asam Iemak (gliserida) oleh enzim lipase dan diikuti penyingkiran dua unit atom karbon sebagai asetil-KoA dan rantai asam lemak oleh ß-oksidasi. Studi biosintesis menunjukkan bahwa pembentukan lipid ini menggunakan jalur kimia yang berbeda.
Biosintesis asam lemak berjalan dengan sederet reaksi melibatkan dua komplek enzim plus ATP, NADPH2, Mn++, dan karbon dioksida.
Pertama asetat bereaksi dengan KoA dan asetil-KoA yang terbentuk diubah oleh reaksi dengan karbon dioksida menjadi malonil-KoA. Ini selanjutnya bereaksi dengan asetil-KoA membentuk zantara dengan 5 unit karbon, yang mengalami reduksi dan eliminasi karbon dioksida membentuk butinil-KoA. Senyawa malonil-KoA bereaksi lagi dengan senyawa ini membentuk zantara dengan 7-atom karbon, yang direduksi menjadi kaproil-KoA. Pengulangan reaksi ini akan membentuk asam lemak (fatty acids) yang mempunyai atom karbon genap dalam rantainya (Gambar 3 — 3). Jadi bagian malonil-KoA, senyawa dengan 3 atom karbon, ternyata merupakan pemasok satuan 2 atom karbon dalam biosintesis asam lemak.
Jalur biosintesis asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids), rantai cabang, jumlah atom karbon gasal dalam asam lemak, dan lain-lain modifikasi belum ditegakkan secara rinci.
Bagian molekul (moiety) gliserol yang digunakan dalam biosintesis lipid diturunkan utamanya dari isomer-L dari α-gliserofosfat (L- α-GP). Reaksi-reaksi yang terlibat dalam pembentukan tipe trigliserida dirangkum dalam Gambar 3-4. L-α-GP mungkin diturunkan baik dari gliserol bebas maupun zantara glikolisis, dihidroasetonfosfat bereaksi berturut-turut dengan 2 molekul asetil-KoA membentuk pertama asam L-α-flisofosfatidat , kemudian asam L-α-fosfatidat. Senyawa yang akhir ini diubah menjadi α,ß-digliserida, yang akan baik kembali kedaur asam fosfatidat atau bereaksi dengan asil-KoA dan asam Iemak untuk membentuk trigliserida.
Mengenai biosintesis asam Iemak yang penting dalam farmasi belum diketahui secara rinci. Misalnya ester alkohol tinggi pada malam mungkin terbentuk dari unit asam lemak yang lebih pendek dalam biosintesis yang analog dengan asam lemak. Senyawa hidrokarbon dari lemak terbentuk dari reduksi sekualena atau metabolit yang setara.
Gambar 3 –3. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam pembentukan trigliserida (Dewick, 1997)
Gambar 3 –4. Reaksi-reaksi yang terlibat dalam pembentukan trigliserida (Dewick, 1997)
3. Biosintesis asam amino dan protein
Protein terdiri dari rangkaian asam amino. Di alam terdapat asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial tidak dapat disintesis oleh tubuh manusia, jadi harus diperoleh dari sumber protein dari luar.
Biosintesis asam amino sangat erat hubungannya dengan biosintesis metabolit sekunder, beberapa contoh tercantum dalam Gambar 3—5.
Biosintesis protein terinci dalam MK Biokimia, sehingga dalam MK ini tidak diuraikan.
Gambar 3 – 5. Jalur biosintesis asam amino yang terkait dengan biosintesis alkaloid (Dewick, 1997)
B. Biosintesis Metabolit Sekunder
Biosintesis metabolit sekunder sangat beragam tergantung dari goIongan senyawa yang bersangkutan. Jalur yang biasanya dilalui dalam pembentukan metabolit sekunder ada tiga jalur, yaitu jalur asam asetat, jalur asam sikimat, dan jalur asarn mevalonat.
1. JaIur asam asetat
Poliketida meliputi golongan yang besar bahan alami yang digolongkan bersarna berdasarkan pada biosintesisnya. Keanekaragaman struktur dapat dijelaskan sebagai turunan rantai poli-ß-keto, terbentuk oleh koupling unit-unit asam asetat (C2) via reaksi kondensasi, misalnya
n CH3CO2H [CH3C0]n -
Termasuk poliketida adalah asam temak, poliasetilena, prostaglandin, antibiotika makrolida, dan senyawa aromatik seperti antrakinon dan tetrasiklina. Pembentukan rantai poli-ß-keto dapat digambarkan sebagai sederet reaksi Claisen, keragaman melibatkan urutan ß-oksidasi dalam metabolisme asam lemak. Jadi, 2 molekul asetil-KoA dapat ikut serta datam reaksi Claisen membentuk asetoasetil-KoA, kemudian reaksi dapat berlanjut sampai dihasilkan rantai poli-ß-keto yang cukup (Gambar 3—7). Akan tetapi studi tentang enzim yang terlibat dalam biosintesis asam Iemak belum terungkap secara rinci. Namun demikian, dalam pembentukan asam lemak melibatkan enzim asam Iemak sintase seperti yang dibahas di atas.
Mengenai reaksi-reaksi yang terjadi pada jalur asam asetat tercantum dalam Gambar 3—6.
2. Jalur asam sikimat
Jalur asam sikimat merupakan jafur alternatif menuju senyawa aromatik, utamanya L-fenilalanin. L-tirosina. dan L-triptofan. Jalur ini berlangsung dalam mikroorganisme dan tumbuhan, tetapi tidak berlangsung dalam hewan, sehingga asam amino aromatik merupakan asam amino
Gambar 3 – 6. Biosintesis via jalur asetat (Dewick, 1997)
esensial yang harus terdapat dalam diet manusia maupun hewan. Zantara pusat adalah asam sikimat, suatu asam yang ditemukan dalam tanaman IlIicium sp. beberapa tahun sebelum perannya dalam metabolisme ditemukan. Asam ini juga terbentuk dalam mutan tertentu dari Escherichia coli. Adapun contoh reaksi yang terjadi dalam biosintesis asam polifenolat tercantum dalam Gambar 3 — 7. Dalam biosintesis L-triptofan dan asam 4-hidroksibenzoat juga terjadi zantara asam korismat.
Gambar 3 – 7. Jalur sikimat dalam biosintesis asam polifenolat (Dewick, 1997)
3. Jalur asam mevalonat
Terpenoid merupakan bentuk senyawa dengan keragaman struktur yang besar dalam produk alami yang diturunkan dan unit isoprena (C5) yang bergandengan dalam model kepala ke ekor (head-to-tail), sedangkan unit isoprena diturunkan dari metabolisme asam asetat oleh jalur asam mevalonat (mevalonic acid : MVA). Adapun reaksinya adalah sebagai berikut.
Gambar 3 – 8. Jalur asetat dalam pembentukan IPP yang merupakan batu bata pembentukan terpenoid via asam mevalonat (Dewick, 1997)
C. Hubungan Antara Metabolisme Primer dan Sekunder
Berdasarkan kenyataan bahwa pada fase pertumbuhan , tumbuhan utamanya memproduksi metabolit primer, sedangkan metabolit sekunder belum atau hanya sedikit dimetabolisme. Hal yang serupa juga sesuai dengan yang terjadi dalam kultur jaringan tanaman dalam produksi metabolit sekunder, ingat kurva pertumbuhan. Dalam kjt, produksi metabolit sekunder terjadi pada awal fase stasioner (waktu pertumbuhan mulai berhenti).
Dalam kaitannya hubungan kedua metabolisme ini dapat dirangkum dalam Gambar 3—9
Gambar 3 – 9. Hubungan antara metabolisme primer dengan metabolisme sekunder
D. Upaya untuk Meningkatkan Metabolisme Sekunder
1. Metode konvensional
Adanya kenyataan rnengenai ras kimia (chemical races) atau chemodemes., yaitu adanya perbedaan kandungan kimia dalam tumbuhan antar satu spesies yang memiliki fenotipe sama, namun secara genetik berbeda; seperti keidentikan bentuk luar tetapi berbeda dalam kandungan kimianya. Ekspresi genetik ini dinyatakan dalam metabolisme sekunder golongan senyawa tertentu.
a. Pemilihan bibit unggul perlu dilakukan. Bibit unggul dapat terjadi secara alami, namun yang sering dikerjakan adalah hibridisasi dan mutasi serta pemuliaan tumbuhan dengan penyerbukan silang atau metode lain yang sejenis.
b. Budidaya tanaman merupakan upaya untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder, serta memperoleh bahan dasar obat yang seragam.
2. Metode bioteknologi
Metode ini dapat ditempuh dengan berbagai oara, antara lain:
a. Pembentukan tanaman transgenik, yaitu dengan memindahkan materi genetik dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Dalam praktek sangat terbatas dilakukan, mungkin masih terbatas pada penelitian. Di sini juga mencakup teknik DNA rekombinan.
b. Penerapan teknik kultur jaringan tanaman , baik dalam propagasi klonal, embriogenesis somatik, kultur suspensi sel dan kultur organ (akar berambut), serta sel amobil dalam produksi metabolit sekunder dsb. Di samping itu juga dapat dilakukan biotransformasi dengan kultur set, hal ini juga dapat dilakukan dengan sistem sel amobil.
BAB IV
PRODUK METABOLISME PRIMER
A. Lipida
1. Pendahuluan
a. Definisi: Lipida (lemak, minyak Iemak, dan malam) adalah ester asam Iemak rantai panjang dengan alkohol atau turunan sekerabat.
b. Perbedaan utama antara Iemak, minyak Iemak dengan malam adalah tipe alkoholnya, yaitu Iemak dan minyak Iemak adalah gliserol, sedangkan malam alkoholnya berbobot molekul tinggi, misalnya setilalkohol.
c. Distribusi: di alam ada yang berasal dari tumbuhan (mis. Minyak wijen, minyak kacang) atau hewan (lernak sapi); sedangkan malam berasal dari tumbuhan dan hewan juga.
d. Kegunaan: sebagai cadangan makanan (enersi). Lemak penghasil kalori tinggi. Produk banyak digunakan di bidang farmasi, industri, dan nutrisi.
e. Sifat fisika: Perbedaan lemak dan minyak Iemak terletak pada titik Ieleh; untuk minyak Iemak pada suhu kamar berbentuk cairan, sedangkan Iemak berbentuk padat. Meskipun pada umumnya minyak tumbuhan cair, namun juga ada yang berbentuk semi-padat (mis. minyak kakao dan minyak tengkawang), sedangkan minyak hewan padat kecuali minyak ikan.
f. Sifat kimia. Dalam USP ada beberapa uji yang digunakan untuk identitas, kualitas, dan kemurnian minyak Iemak. Uji-uji tersebut bendasarkan kimia asam Iemak, mis. bilangan asam (acid value/acid number), angka penyabunan (saponification value), bilangan iodium (iodine number). Selain itu juga ada tetapan fisika lainnya mis. titik beku, titik Ieleh, indeks bias (refractive index), bobot jenis digunakan untuk memeriksa identitas, kemurnian, dan kualitas minyak lemak atau lemak.
g. Cara memperoleh Iemak/minyak Iemak yang berasal dari tumbuhan: (a) pengepresan dengan kempa hidrolik: bila keadaan dingin disebut ”virgin oil” atau “cold-pressed oil” dan bila dalam keadaan panas panas disebut ”hot-pressed oil”; (b) kadang-kadang digunakan pelarut organik untuk mengekstraksi minyak lemak. Cara memperoleh Iemak dari hewan dengan uap panas dengan atau tanpa tekanan, disaring, kemudian diputihkan dengan ozon. Stearin sering dipisahkan dengan cara pendinginan dan disaring.
h. Bagian tumbuhan yang mengandung minyak Iemak/lemak adalah biji, misalnya biji kapas, biji wijen, biji jarak, biji coklat, dsb.
i. Rumus bangun Iemak atau minyak Iemak yang merupakan gliserida adalah sebagai berikut.
CH2-O-CO-R
I
CH-O-CO-R’
I
CH2-O-CO-R’
BiIa R = R’ = R” merupakan radikal asam Iemak senyawa tersebut, disebut triolein, tripalmitin, atau tnistearin., dsb.
Beberapa contoh asam Iemak yang umum.
Asam-asam Iemak jenuh (saturated): dimana R = jumlah atom C rantai tanpa karboksilat (-COOH)
Asam butirat .................... R = C3
Asam kaproat .................... R = C5
Asam kaprilat .................... R = C7
Asam kaprat .................... R = C9
Asam laurat .................... R = C11
Asam miristat .................... R = C13
Asam palmitat .................... R = C15
Asam stearat .................... R = C17
Asam arakidat .................... R = C19
Asam Iemak tak jenuh (unsaturated):
Asam oleat .................... 18:1(9c)
Asam Iinoleat .................... 18:2(9c;12c)
Asam α-IinoIenat .................... 18:3(9c,12c,15c)
Asam γ-Iinolenat .................... 18:3(6c,9c,12c)
Asam anakidonat .................... 20:4 (5c,8c,1 lc,14c)
Asam eikosapentaenoat (EPA). 20:5 (5c,8c,1 lc,14c,17c)
Asam dokosapentaenoat (DPA).22: S (7c, I Oc, 1 3c, I 6c, I 9c)
Asam neronat .................... 24:1(15c)
(semua ikatan rangkap cis atau Z)
Keterangan struktur :
j. Biosintesis asam Iemak telah diuraikan di muka.
k. Beberapa tumbuhan penghasil / sediaan minyak Iemak/lemak
I) Evening Primerose oil / Primerose oil
a) Terdapatnya: Minyak ini diperoleh dengan mengekstraksi siji galur terpilih dari Oenothera biennis,Onagraceae, suatu tumbuhan biennial dari Amerika Utara yang sekarang banyak dibudidaya di daerah subtropis. Bijinya mengandung minyak Iemak sampai 24% yang komponen utamanya trigliserida dari asam Iemak tak jenuh, yaitu asam γ-linoleat (65-80%) dan asam γ-Iinolenat (asam gamolenat 7-14%). Minyak ini banyak digunakan sebagai food supplement dengan berbagai nama dagang dalam jaringan MLM (Multi Level Marketing).
b) Kegunaan: Direkomendasikan untuk mengurangi keluhan sakit pada permulaan haid (premenstrual tension), sklerosis majemuk, sakit payudara (breast pain = rnastalgia), eczema, selanjutnya juga untuk diabetes, alkoholisme, dan penyakit kardiovaskular.
c) Produk lain serupa, yaitu Borage oil (starflower oil), juga karena kandungan asam Iemak tak jenuh tinggi; diambil dari biji tanaman Boraga officinalis (fam. Boraginaceae).
Selanjutnya mengenai minyak lemak dan Iemak lainnya dapat dirangkum dalam Tabel 4.1.
2) Asam Iemak tak jenuh dengan ikatan asetilen
Terdapatnva: Di alam juga dikenal asam Iemak tak jenuh yang mengandung ikatan asetilenik (ikatan tak jenuh rangkap tiga) yang utamanya diturunkan dan ketidakjenuhan lebih lanjut dan sistem olefinat. Tersebar Iuas di alam dalam suku Asteraceae, Apiaceae, dan fungi golongan Basidomycetes.
Tabel 4.1. Minyak Iemak dan lemak dengan berbagai data yang berguna
Nama minyak lemak | Tumbuhan asal | Bagian yang digunakan | Kandungan minyak (%) | Komposis asam lemak (%) | Kegunaan / keterangan |
Oleum Amygdalarum | Prunus amygdalus Var. Dulcis atau amara (Rosaceae) | Biji | 40-55% | Oleat (62-86%) Linoleat (7-30%) Palmitat (4-9 %) Stearat (1-2%) | Dasar emolien, Kecantikan |
Oleum Arachidis (Minyak Kacang) | Arachis hypogaea (Leguminosae) | Biji | 45-55% | Oleat (35-72%) Linoleat (13-43%) Palmitat ( 7-16%) Stearat (1-7%) Behenat (1-5z%) Arakidat (13%) | Dasar emolien, Minyak makan |
Oleum Ricini (Minyak jarak) | Ricinus communis (Euphorbiaceae) | Biji | 35=55% | Risinoleat (80-90%) Oleat (4-9%) Linoleat (2-7%) Palmitat (2-3%) Stearat (2-3%) | Dasar emolien, Purgatif, sabun |
Oleum cocos (Minyak kelapa) | Cocos nucifera (Palmae) | Biji | 65-68% | Laurat (43-53%) Miristat (15-21%) Palmitat (7-11%) Kaprilat (5-10%) Kaprat (5-10%) Oleat (6-8%) Stearat (2-4 %) | Sabun, minyak makan, sampo Fraksinasi minyak kelapa kandungan utama asam kaprilat dan kaprat (untuk diet) |
Oleum Gossypii (Minyak biji kapas) | Gossypium hirsutum (Malvaceae) | Biji | 15-35% | Linoleat (33-58%) Palmitat (17-29%) Oleat (13-44%) Stearat (1-4%) Sterkulat dan malvalat | Sabun, minyak untuk injeksi mengandung gosipol (1,1-1,3%) antifertilitas laki-laki |
Oleum Maydis (minyak jagung) | Zea mays (poaceae = Graminae) | Embrio | 33-39% | Linoleat (34-62%) Oleat (19-50%) Palmitat (8-19%) Stearat (0-4%) | Minyak makan, pelengkap diet, pelarut untuk injeksi |
Oleum Olivarum (Minyak zaetun) | Olea europaea (Oleaceae) | Buah | 15-40% | Oleat aaaaaaa956-85%) Linoleat (4-20%) Palmitat (6-20%) Stearat (1-4%) | Minyak makan, dasar emolien |
Oleum Elaeis (Minyak sawit) | Elaeis guineensis (Palmae = Arecaceae) | Daging buah | 45-50% | Laurat (40-52%) Miristat (14-18%) Oleat (9-16%) Palmitoleat (6-10%) Kaprilat (3-6%) Kaprat (3-5%) Stearat (1-4%) Linoleat (1-3%) | Sabun, minyak makan Dengan menghidrogenasi dan mengfraksi, hasilnya digunakan untuk basis supositoria |
Oleum Soyae (Minyak kedelai) | Glycine max (Leguminosae) | Biji | 18-20% | Linoleat (44-62%) Oleat (19-30%) α-linoleat (4-11%) Palmitat (7-14%) Stearat (1-5%) | Minyak makan dan pelengkap diet |
Oelum Sesami (Minyak wijen) | Sesamum indicum (Pedaliaceae) | Biji | 44-54% | Oleat (35-50%) Linoleat (35-50%) Palmitat (7-12%) Stearat (4-6%) | Sabun, minyak makan, pelarut injeksi |
Oleum Cacao | Theobroma cacao (Sterculiaceae) | Biji | 35-50% | Oleat (35%) Stearat (35%) Palmitat (26%) Linoleat (3 %) | Basis supositoria, coklat, cacao butter berbentuk padat |
Oleum Helianthi (Minyak bunga matahari) | Helianthus annuus (Compositae) | Biji | 22-36% | Oleat (30%) Linoleat (60%) Palmitat (6,5%) Stearat (5,5 %) | Minyak makan |
Lemak yang berasal dari hewan: dari sapi (Bos taurus; Bovidae) disebut cowvet untuk makanan; dari domba (Ovis aries; Bovidae) disebut Adeps lanae untuk dasar salep pelembab; dari hati ikan (Gadus morrhua; Gadidae) disebut Oleum Iecoris AseIli (cod-liver oil) untuk sumber vitamin A dan D, serta EPA dan DHA, sedangkan halibut-liver oil berasal dari Hippoglossus vulgaris (Pleumectideae) dengan kegunaan sama dengan minyak ikan; Adeps suillus berasal dari lemak perut babi (Sus ; Suidae) digunakan dalam makanan.
Sifat kimia: Senyawa ini cenderung tak mantap dan beberapa diantaranya bersifat mudah meledak (explosive) bila terkumpul banyak. Namun karena dalam tumbuhan kadarnya kecil maka tidak berbahaya. Bedanya dengan asam Iemak tak jenuh rangkap dua jamak yang biasanya tidak terkonyugasi, tetapi untuk golongan ini terkonyugasi; hal ini memudahkan untuk deteksi dan isolasi, yaitu berpendar di bawah sinar UV.
Contoh tumbuhan yang mengandung asam ini, misalnya dalam bunga Matricaria chamomila (Compositae) mengandung asam dehidromatikaria yang memiliki atom C-18. Senyawa lain Cicutoxin (Cicuta virosa; Umbelliferae) dan oenanthotoxin (Oenanthe crocata; Umbelliferae) yang beracun terhadap binatang menyusui, mengakibatkan muntah-muntah berkepanjangan dan kejang. Bila yang dimakan akarnya mengakibatkan keracunan yang mematikan. Falcarinol (Falcaria vulgaris dan Oenanthe crocata; keduanya termasuk fam. Umbellifera)., juga terdapat pada Hedera helix (Araliaceae) yang dapat mengakibatkan dermatitis kontak. Wyerone dari Vicia faba (fam. Leguminosae) yang mempunyai bioaktivitas antifungal.
Struktur senyawa di atas tercantum dalam Gambar 4.1. di bawah ini.
Gambar 4.1. Bebenapa senyawa asetilenik dengan ikatan rangkap
Tiga
Di alam juga dikenal asam lemak dengan rantai cabang, misalnya asam tuberkulostearat (Bacillus tuberculosis), asam hidnokarpat atau asam kaulmograt (Hydnocarpus wightiana; Flacourtiaceae) digunakan dalam pengobatan lepra (Mycobacterium leprae).
3) Prostaglandin
Prostaglandin merupakan golongan senyawa yang termodifikasi dari asam lemak atom C-20 yang pertama kali diisolasi dari cairan semen manusia dan pertama kali diduga dieksresikan oleh kelenjar prostat. Namun sekarang telah diketahui terdapat dalam jaringan baik pada manusia maupun hewan dalam jumlah kecil dan memiliki efek farmakologi beragam. Senyawa ini memiliki bioaktivitas pada kadar rendah, pada kadar serupa hormon dan dapat mengatur tekanan darah, kontraksi otot polos, sekresi gastrik, dan agregasi keping darah pada pembekuan darah. Dengan demikian banyak digunakan dalam pengobatan, namun sulit untuk membuktikan pemisahan beragam bioaktivitas pada individu.
Kerangka utama prostaglandin adalah asam lemak C-20 yang tersiklisasi yang mengandung sebuah cincin siklopentana, sebuah rantai samping pada C-7 dengan gugus karboksil, dan sebuah rantai samping C-8 dengan terminal gugus metil.
Prostaglandin dibentuk dari tiga macam asam lemak, yaitu asam ∆8.11.14 - eikosatrienoat (asam dihomo - γlinolenat), asam ∆5.8.11.14 eikosatetraenoat (asam arakidonat) , dan asam ∆5.8.11.14.17 - eikosapentaenoat yang berturutan menghasilkan prostaglandin deret I, 2, dan 3. (Gambar 4.2). Untuk deret yang lain terpapar pada
Gambar 4.2. Deret prostaglandin asal dari asam eikosatrienoat, arakidonat dan eikosapentaenoat
Gambar 4.3. Deret prostaglandin lainnya
Prostaglandin terdapat hampir di semua jaringan binatang menyusui, hanya dalam kadar rendah. Terdapat juga pada sponge (Plexaura homomalia) dari laut Kepulauan Karibia mengandung 1-2%. Juga terdapat dalam sponge lainnya. Untuk pengobatan digunakan hasil semisintesis dan juga hasil isolasi dari sponge.
Produk yang dipasarkan: dengan nama Gemeprost (hasil semisintesis digunakan untuk mendilatasi leher rahim (cervix) pada awal keguguran), Dinoprostone (PGF2α 1 jarang digunakan, pada awal keguguran), Alprostadil (PGE1 mempunyai efek pada otot rahim (uterus), untuk pemeliharaan bayi dengan kelainan jantung bawaan guna meningkatkan oksigenasi sebelum dilakukan pembedahan koreksi jantung), Carboprost (I 5-metil PGF2α untuk menghentikan perdarahan pada waktu melahirkan, bila ergometrina tidak efektif), Misoprostol (analog PGE1 obat untuk menghambat sekresi lambung dan menyembuhkan tukak usus dua belas jari dan lambung, bila dikombinasi dengan NSAID tidak mengakibatkan perdarahan dan tukak lambung), Prostacyclin dan Epoprostenol (untuk tekanan darah tinggi dan menghambat agregasi darah karena menurunkan kadar kalsium), lloprost (untuk mengobati trombotik).
4) Thromboxane rnerupakan cabang samping dari jalur prostaglandin (Gambar 4.4). Gugus peroksid dan cincin siklopentana dari PGH2 dipecah dan dibentuk kembali membentuk tromboksan A2 (TXA2) yang mengandung cincin oksetan (oxetane) yang beranggota-4 yang sangat tegar, sehingga senyawa ini sangat tidak mantap dan bereaksi dengan nukleofil. Dalam lingkungan air senyawa ini akan bereaksi membentuk hemiasetal, yaitu tromboksan B2 (TXB2).
Gambar 4.4. Reaksi terbentuknya tromboksan
5) Leukotrienes adalah keragaman lain dalam metabolisme asam anakidonat. Senyawa ini merupakan sederet turunan asam lemak dengan konyugasi gugus trien dan pertama kali diisolasi dari Ieukosit. Mengenai terbentuknya leukotrien dapat dilihat dalam Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Reaksi terbentuknya leukotrien
B. Karbohidrat
Pembahasan untuk karbohidrat sudah diterbitkan dalam bentuk reader tentang Farmakologi I pada kurikulum lama.
C. Protein
1. Hormon peptida dan sistem endokrin
a. Definisi : hormon adalah metabolit dalam binatang menyusui (mamalia) yang dihasilkan oleh kelenjar buntu atau endokrin, yang dibebaskan langsung ke darah, dan terlibat dalam terjadinya respon oleh organ tubuh atau jaringan yang spesifik.
b. Metabolit yang memiliki aktivitas biologi ini dapat berupa steroid maupun turunan dari asam amino. Golongan hormon yang termasuk turunan asam amino merupakan peptida dengan berbagai ukuran, tetapi hanya sedikit yang bukan asam amino atau metabolit nonpeptida, yaitu efinefrina dan tiroksin. Selanjutnya akan dibahas hormon nonsteroid dan aspek umum mengenai produk endokrin.
c. Sejarah perkembangan. Penggunaan produk endokrin dalam pengobatan kini merupakan pertumbuhan praktek primitif dari organoterapi. Penggunaan serbuk testis babi oleh Magnus (abad 13) untuk pengobatan impoten dan uterus kelinci untuk pengobatan sterilitas adalah kenyataan langsung dari pengobatan masa kini. Filosofi yang mendasari pengobatan dengan menggunakan organ mamalia tersebut dikemukakan oleh Vicary (abad16), katanya: ” In what part of the body the faculty you would strengthen lies, take same part of the body of another creature in whom the faculty is strong, as a medicine”.
Asal-usul dari pengobatan dengan endokrin pada mulanya bersifat empirik, setelah ditemukan pengetahuan tentang fungsi endokrin dan pengobatan merupakan hasil penelitian intensif yang dilakukan dalam kurun waktu lebih dari 35 tahun. Serbuk kelenjar dan ekstrak kelenjar yang dibakukan (distandarisasi) semula dimaksud untuk memperoleh hasil pengobatan yang ajeg keterulangannya dan dapat diawasi lebih baik daripada dengan organ yang dipilih secara acak; sedangkan isolat hormon menawarkan faedah tambahan dalam banyak hal. Teknologi modern dapat mensintesis berbagai hormon termasuk sejumlah peptida, serta senyawa yang memiliki bioaktivitas seperti hormon alami (misalnya prednison — kortison). Akan tetapi, kemajuan yang komprehensif didukung oleh penelitian fungsi fisiologi dan cara diagnose yang berkembang yang disumbangkan dalam pengobatan Ianjut dan sangat signifikan.
d. Falsafah keterlibatan fungsi faal dan terapeutik. Fungsi hormon adalah sebagai transmiter kimiawi rangsangan selektif antara berbagai kelenjar endokrin dan organ atau jaringan tubuh yang spesifif. Informasi yang cukup dapat menjelaskan secara umum aksi bagaimana hormon mempengaruhi metabolisme pada sel sasaran dan mempertahankan homeostasis.
2. Fungsi hormon
Ukuran dan sifat Iipofilik steroid membuat dapat menembus membran sel, tetapi banyak hormon peptida tidak dapat masuk ke dalam sel yang tidak memiliki sistem transport yang khas. Hormon ini, dalam banyak hal, mengikat reseptor pada permukaan sel dan beraksi dalam satu atau dua ialan sebagai berikut, yaitu (i) mengimbas langsung perubahan permeabiltas membran untuk ion, glukosa, asam amino dll. Dan (ii) mengimbas produksi mesenger sekunder seperti siklik-AMP, yang menghantarkan signal hormon antar sel. Hormon yang mengontrol permeabilitas membran sel , baik Iangsung maupun tak Iangsung, termasuk estrogen, hormon pertumbuhan, glukagon, glukokortikoid, insulin, testosteron, dan vasopresin. Pengimbasan (induksi) pembentukan enzim dan modifikasi dalam kecepatan reaksi enzimatik merupakan mekanisme aksi hormonal juga.
Pengawasan fisiologi pembentukan dan pembebasan hormon untuk mengatur aras hormon merupakan aspek yang penting dalam memelihara metabolisme homeostatis dan integritas fungsi tubuh. Mekanisme pengaturan umum telah diketahui dengan jelas. Ada mekanisme umpan balik (feedback mechanism) yang bertanggungjawab dalam kadar bahan tertentu dalam darah. Bahan kunci ini merupakan hormon atau metabolit. Contohnya, dalam hal meningkatan kadar glukosa darah dalam orang normal akan merangsang pembebasan insulin, dan peningkatan aras triiodotiroksin-tiroksin mengakibatkan penurunan sekresi tirotropin yang bersifat mengharnbat sekresi thyrotropin-releasing factor oleh hipotalamus. Mekanisme kedua melibatkan rangsangan luar dan ini diperantarai oleh hipotalamus, hipotalamus akan mensekresi releasing factor beraksi pada pituitari anterior untuk meningkatkan pembebasan hormon tropik yang khas.
Beberapa manifestasi proses pengontrolan hormonal agak rumit dan hanya diketahui terbatas oleh ahli ilmu kesehatan saja. Akan tetapi, telah diketahui secara luas tentang pengaruh hormon kelamin (gonadal hormones) pada perkembangan dan fungsi organ reproduktif dan sifat kelamin menggambarkan tipe umum dasar keterlibatan hormon.
Ada interaksi yang bagus antara fungsi berbagai kelenjar endokrin dan hubungan yang erat antara sistem indoknin dan susunan saraf pusat (CNS: central nervous system) dan otonom. Jadi adanya gangguan primer dalam kelenjar endokrin atau pengobatan dengan hormon akan berakibat efek yang lebih lanjut. Perhatian harus ditekankan dalam pengelolaan terapi dengan hormon utamanya dalam situasi yang kompleks untuk mencegah perkembangan yang berbahaya dan irasional.
Gangguan fungsi kelenjar endokrin dapat mengakibatkan aksi hormon berlebihan (hiperfungsi) atau penurunan aksi hormon (hipofungsi) dengan berbagai tingkatan. Yang sering dilakukan adalah terapi hormonal karena terjadinya keluhan akibat kekurangan suatu hormon. Terapi penyulihan menggunakan sediaan endoknin untuk melengkapi atau penggantian total karena abnormalitas aras hormon endogen yang rendah. Diagnosis dan terapi dini perlu dilakukan untuk kasus semacam ini, untuk menghindari akibat yang permanen akibat penyakit ini, antara lain kretinisme, gigantisme, dan lain-lain. Penggunaan terapi penyulihan hormon (replacement therapy) biasanya memakan waktu lama (long-term therapy), karena hormon yang diberikan merupakan metabolit normal dalam tubuh, biasanya efek samping minimal jika diperhatikan dosis yang seimbang dengan keperluan. Penggunaan insulin merupakan contoh yang tepat untuk kasus hipofungsi sistem endoknin ybs.
Hipofungsi kelenjar yang mempertahankan aktivitas dapat dirangsang secara potensial untuk mendekati aktivitas normal dengan menggunakan obat bukan hormon itu sendiri atau dengan menghambat proses katabolik untuk mempertahankan ketersediaan hormon yang terbatas. Pengobatan dengan pendekatan ini memerlukan ilmu pengetahuan biokimia Ianjut.
Bahan harmon tidak digunakan untuk terapi hiperfungsi kelenjar indokrin. Antimetabolitlah yang sering digunakan untuk kasus ini. Pendekatan lain yang digunakan dalam kedokteran adalah melakukan operasi atau destruksi terpilih dari kelenjar yang mengakibatkan efek hiperfungsi tersebut. Terapi radiasi dengan menggunakan 131 pada kondisi tiroid tertentu merupakan satu contoh.
Kadang-kadang, hormon memiliki faedah aksi farmakologi yang secara langsung tidak terkait dengan fungsi endokrin normal. Penggunaan glukokortikoid untuk anti-inflamasi dan antirematik. Efek samping yang berbahaya akan lebih besar apabila hormon digunakan untuk efek farmakologi tertentu daripada terapi penyulihan. Contohnya, penggunaan jangka panjang kortison akan berakibat atropi permanen kelenjar endokrin (glandula suprarenalis) yang pada keadaan normal memproduksi hormon tersebut. Penggunaan yang rasional, karena hanya dalam jangka pendek, misalnya oksitosin (oxytocin) pada perdarahan sehabis melahirkan (post partum hemorrhage).
3. Produksi secara komersial
Banyak obat yang digunakan dalam praktek pengobatan dan biasanya digolongkan sebagai produk endokrin merupakan produk samping (by products) pada industri daging olahan. Kelenjar tiroid, pankreas, adrenal, dan pituitari yang berasal dari sapi dan babi digunakan sebagai bahan dasar untuk produk endokrin tersebut. Kandungan aktif (active principles) yang terdapat dalam organ tersebut sangat beragam dalam kualitas maupun kuantitas, tergantung dari spesies.
Kelenjar yang digunakan dalam produk farmasi dikumpulkan dari pemotongan hewan yang diawasi oleh pemerintah dan harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Depertemen Pertanian c.q. Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hanya organ dari hewan potong yang sehat yang dapat digunakan. Segera setelah diambil dari hewan, organ tersebut harus disimpan dalam freezer (quick-frozen) untuk mencegah kerusakan (perubahan yang tidak diinginkan). Sampai diproses. Prosesnya sangat bervariasi tergantung dari jenis kelenjar; biasanya kelenjar tersebut mengalami ekstraksi dan fraksinasi untuk menghasilkan hormon murni. Akan tetapi, untuk kelenjar tiroid cukup hanya dikeringkan tanpa isolasi dan pemurnian hormon ybs. Tiroid beku mengalami dehidratasi, pengawalemakan (defatted), penyerbukan, pembakuan, serta dibuat bentuk sediaan yang sesuai.
Sintesis kimia merupakan pendekatan yang logis dalam produksi sediaan hormon, sehingga tersedia berdasarkan kebutuhan dalam pengobatan. Selain itu juga pendekatan sintesis parsial yang diawali dengan produksi prazat oleh tumbuhan atau secara fermentasi. The Merrifield solid-phase synthesis of peptides adalah suatu teknologi yang berkembang pada tahun 60-an dari pengobatan dengan endokrin. Teknik ini melibatkan dasar penggandengan gugus karboksi-ujung dalam asam amino pada kolom resin dan sintesis polipeptida berlangsung dengan melewatkan larutan pereaksi urutan yang terprogram dalam suatu kolom. Tidak perlu dilakukan isolasi zantara; proses ini berjalan secara otomatis, dan sintesis ini layak secara komersial, bahkan telah diproduksi peptida dengan 24 sampai 32 residu asam amino (berturutan co-syntropinR dan calcitoninR). Sejumlah hormon yang dapat diisolasi dan kelenjar endokrin sekarang telah dibuat secara sintesis.
4.Kelenjar adrenal (Glandulae suprarenalis)
Kelenjar adrenal ada sepasang dan masing-masing terletak menempel di atas ginjal kanan dan kiri. Ukurannya rata-rata 5x25x55 mm, beratnya antara 4 sampai 18 g. Mula-mula dilaporkan oleh Eustachius dalam abad 16 dan dianggap berfungsi menghambat urinasi pada janin dan mencegah batu ginjal pada orang dewasa. Pengetahuan mengenai fungsi adrenal dimulai oleh Addison dalam tahun 1849 dan jauh dari lengkap.
Setiap adrenal terdiri dari dua kelenjar yang berbeda yang bergabung menjadi satu organ. Sel dan adrenal cortex mensekresi hormon steroid dan adrenal medulla mensekresi adrenalin dan nor-adrenalin (epinephrine dan nor-epinephrine) dengan nisbah mendekati 17:3 dan berfungsi sebagai bentuk posganglion-simpatetik.
Medulla tidak penting dalam kehidupan dan tidak dikenal penyakit defisiensi. Penggunaan hormon ini dalam pengobatan berdasarkan efek farmakologi dari amina simpatomimetik dan tidak untuk penyulihan hormon. Adrenalin mengakibatkan efek vasokontriksi dan sebagai vasopresor, beraksi secara umum sebagai bahan simpatomimetik dengan onset cepat, namun aksinya singkat. Digunakan secara intravena atau intramiokardial pada cardiac arrest. Bronkodilatasi yang dihasilkan oleh aktivitas adrenergik beta-reseptor dari adrenalin, sangat berguna dalam pengobatan serangan asma mendadak. Adanya gugus fungsional katekol menyebabkan adrenalin tidak dapat digunakan per oral, tetapi harus disuntikkan secara subkutan atau intramuskular.
Hormon katekolamina dimetabolisme menjadi inaktif dengan berbagai jalur. Jalur utama adalah melibatkan katekol O-metilasi , tetapi deaminasi oksidatif dengan monamin oksidase (MAO) adalah sangat khas dan signifikan pada menggunakan obat inhibitor MAO.
a. Biosintesis adrenalin. Adrenalin dapat digolongkan sebagai alkaloid amina tipe fenilpropanoid. Merupakan turunan tirosina yang dioksidasi menjadi dihidroksi-fenilalanin (dopa), lalu mengalami dekarboksilasi dan dioksidasi pada rantai samping. Nor-adrenalin dihasilkan dari perubahan adrenalin dengan pemindahan gugus metil dari metionin aktif. The rate-limiting step terletak pada perubahan tirosina menjadi dopa.
b. Penggunaan dalam pengobatan. Adrenalin tersedia sebagai garam yang larut dalam air, yaitu hidroklorida, bitartrat, atau borat (khusus untuk oftalmologi). Mantap dalam suasana asam, apabila dalam larutan bewarna coklat atau ada endapan, sediaan tersebut tidak layak untuk digunakan. Kadar untuk topikal 1:1000, untuk inhalasi 1:100, larutan dalam air steril (1:1000, 1:10.000, dan 1:100.000) untuk parenteral; suspensi dalam minyak (1:200) untuk sediaan depo; untuk tetes mata (1:50 sampai 1:400) untuk glaukoma sudut-terbuka atau keperluan mata lainnya.
Bentuk lain: Levarterenol atau (-)-noradrenalin meningkatkan tekanan darah.
Dopamina atau 3,4-dihidroksifeniletilamina merupakan prekursor dalam biosintetis adrenalin dan noradrenalin. Untuk pengobatan decompensatio cordis dan meningkatkan tekanan darah, digunakan secara intravena.
5. Kelenjar tlroid
Kelenjar tiroid (gondok) pada manusia terdiri dari dua lobus terletak di Ieher melekat pada kerongkongan, berbentuk-U dengan berat sekitar 30 g. Roger dan Palermo menggunakan spons dan rumput laut (mengandung lodium tinggi) untuk mengobati penyakit gondok (goiter) pada abad 12.
Kelenjar gondok memetabolisme iodium dalam makanan dan mengubah menjadi senyawa organik yang mempercepat proses metabolisme. Hal ini sangat penting dalam mengembangkan dan berfungsinya semua sel dalam tubuh. Asam amino yang bersifat levo dan mengandung iodium adalah tiroksin dan triiodotironin yang terdapat dalam kelenjar tiroid dan tetap aktif pada penggunaan per oral. Metabolit ini juga berikatan dengan globulin (tiroglobulin) yang memiliki aktivitas hormon maksimal. Pembebasan hormon ini diatur oleh tirotropin yang terletak dalam pituitari anterior.
Defisiensi iodium mengakibatkan manifestasi hipotiroidism yang dikompen-sasikan dengan pembesaran tiroid (penyakit gondok). Penyakit ini dapat diobati dengan pemberian sediaan kelenjar tiroid, isolat, atau dengan pembenian iodium. Hipotiroidism mengakibatkan kretinisme pada anak dan miksoedema pada orang dewasa. Kretinisme juga dapat ditandai gangguan pertumbuhan, keterbelakangan mental, perkembangan seksual terganggu, penebalan kulit, kulit kering, lidah menebal, kasar dan kecepatan metabolisme terganggu.
Kondisi hiperaktivitas tiroid mengakibatkan tirotoksikosis yang ditandai dengan kecepatan denyut jantung meningkat, tekanan darah meningkat, syaraf mudah terangsang (mudah marah), kecepatan metabolisme meningkat; kelemahan otot dengan disertai gemetar (tremor); penurunan bobot badan dan lemak; toleran terhadap hawa dingin, namun tidak tahan hawa panas. Juga terjadinya bola mata yang menonjol (exophthalmos) tanda ini merupakan gejala penyakit Graves atau Basedow. Hiperaktivitas tiroid juga merupakan gejala overdosis pemberian hormon tiroid. Rasionalitas pemberian hormon tiroid pada pendenita kegemukan.
BABV
METABOLIT SEKUNDER
A. Glikosida
1. Pendahuluan.
Glikosida adalah senyawa yang menghasilkan satu atau lebih gula (glikon) diantara produk hidrolisisnya dan sisanya berupa senyawa bukan gula (aglikon).
BiIa gula yang terbentuk adalah glukosa maka golongan senyawa itu disebut glukosida, sedangkan bila terbentuk gula lainnya disebut glikosida. Di alam ada O-glikosida, C-glikosida, N-glikosida, dan S-glikosida.
Secara kimia, senyawa ini merupakan asetal , yaitu hasil kondensasi gugus hidroksil gula dengan gugus hidroksil dari komponen aglikon, serta ggs hidroksil sekunder di dalam molekul gula itu sendiri juga mengalami kondensasi membentuk cincin oksida. Secara sederhana glikosida merupakan gula eter. Bentuk alfa dan beta mungkin saja ada, namun di alam atau di dalam tanaman hanya bentuk beta (ß) yang ada.
Dari segi pandang biologi, glikosida berperan dalam tumbuhan terlibat dalam fungsi pengaturan-pengaturan, perlindungan, dan kesehatan, sedangkan untuk manusia ada yang digunakan dalam pengobatan. Dalam segi pengobatan, glikosida menyumbang hampir setiap kelas pengobatan, misalnya sebagai obat jantung (kardiotonika) contohnya: glikosida digitalis, strophantus, squiII, convallaria, apocynum, dll.; sebagai obat pencahar (laxantia), misalnya antrakinon dalam sena, aloe, kelembak, kaskara sagrada, frangula, dll.; sebagai penyedap atau lokal iritan, misalnya alilisotiosianat; sebagai analgesika, misalnya gaulterin dan gondopuro menghasilkan metilsalisilat.
Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari gulanya akan dijumpai gula yang strukturnya belum jelas; sedangkan bila ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen tumbuhan, misalnya tanin, sterol, terpenoid, antosian, flavonoid dsb. Bila ditinjau dari segi pengobatan akan terjadi beberapa glikosida yang diabaikan, padahal penting dalam farmakognosi.
Dalam tumbuhan sering dijumpai gula Iebih dari satu, misalnya di- dan trisakanida. Gula yang umum adalah D-glukosa, sering dijumpai pula ramnosa. GuIa yang tidak umum misalnya digitoksosa, digitalosa, simanosa dsb.
Hampir semua glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral. Namun demikian kecepatannya berbeda-beda. Hidrolisis dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat dalam tumbuhan tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk ramnosa nama enzimnya adalah ramnase. Untuk tanaman tertentu juga memiliki enzimnya sendiri, misalnya emulsin pada biji amandel dan mirosin dalam biji mustar hitam.
Biosintesis glikosida secara singkat dapat dirangkum dalam reaksi sebagai berikut:
UTP + gula-1-fosfat UDP-gula + PPi
UDP-gula + ---septor ---septon – gula + UDP
(glikosida)
(1) enzim uridil tranferase (2) enzim glikosil transferase
Dengan reaksi sejalan akan terbentuk di-, tri-, bahkan tetra- sakarida.
Bila bagian aglikon digunakan sebagai dasar klasifikasi maka akan didapatkan penggolongan sebagai berikut (menurut Claus dalam Tyler et aI.,1988).:
1. golongan kardioaktif,
2. golongan antrakinon,
3. golongan saponin,
4. golongan sianopora,
5. golongan isotiosianat,
6. golongan flavonoid,
7. golongan alkohol,
8. golongan aldehida,
9. golongan lakton,
10. galongan fenolat, dan
11. golongan tanin.
2. Glikosida antrakinon
Golongan ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan (atom C9 dan C10) atau hanya C9 (antron) dan C9 ada gugus hidroksil (antranol). Adapun strukturnya adalah sebagai berikut.
a. Sifat fisika & kimia. Senyawa antrakinon dan turunannya seringkali bewarna kuning sampai merah sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger (Iihat MMI). Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomemya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zantara (intermediate) antara antrakinon dan antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron, hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan heterodiantron.
b. Efek farmakologi (bioaktivitas) glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap tranpon ion dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl-. Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya lebih besar daripada antrakinon akan mengakibatkan mulas dan rasa tidak enak.
c. Kegunaan: katartika, pewarna, dan antibakteri.
Tumbuhan yang mengandung glikosida gol. ini antara lain sebagai berikut.
1) Simplisia penghasil antrakinon
a) Daun sena, Senna leaf (Sennae Folium)
AsaI tumbuhan: Cassia acutifolia DeliIe (Alexandria senna) dan Cassia angustifolia Vahl. (Tinnevelly senna) (Suku Leguminosae)
Tempat tumbuh: Untuk C. acutifolia tumbuh liar di lembah sungai Nil (dari Aswan sampai Kordofan), sedangkan C. angustifolia tumbuh liar di Somalia, Jazirah Arab, dan India. Di India Selatan (Tinnevelly) tanaman ini dibudidayakan. Juga ditanam di Jammu dan Pakistan Barat Laut. Di India tanaman ini dibudidayakan dengan pengairan. Perbedaan antara sena Aleksandria dan sena India tercantum dengan jelas dalam Trease & Evans PharmacognoSy (2002).
Kualitas: Daun yang bewarna hijau kebiruan adalah yang terbaik, sedangkan yang bewarna kuning adalah yang terjelek. ldentifikasi makroskopik dan mikroskopik terdapat antara lain dalam Trease & Evens PharmacognoSy (2002).
Kandungan kimia: Kandungan aktif utama adalah merupakan glikosida dimer yang aglikonnya terdiri dari aloe-emodin danlatau rein. Kadar yang paIing besar adalah senosida A dan senosida B, merupakan sepasang isomer yang aglikonnya adalah rein-diantron (senidin A dan senidin B). Kandungan lain yang Iebih kecil kadarnya adalah senosida C dan D. Polong sena (Sennae Fructus, Senna pods) juga mengandung glikosida aktif, glikosi-danya memiliki 10 gugus gula yang melekat pada inti rein-diantron.
Simplisia serupa yang disebut Bombay, Mecca, dan Arabian Sennae didapatkan dari tumbuhan liar Cassia angustifolia yang tumbuh di Arab. Daunnya mirip dengan sena namun Iebih panjang dan Iebih sempit. Di Perancis digunakan dog sennae dan tumbuhan Cassia obovata yang tumbuh di Mesir.
Penggunaan: Sebagai katartika dengan takaran 2 g sekali pakai. Sering dikombinasi dengan bahan gom hidrokoloid. Juga digunakan dalam teh pelangsing.
Produk: HerbalaxR
b) Rhamni purshianae Cortex (Cascara bark)
AsaI tumbuhan: Kulit kayu dari Rhamnus purshianus DC atau Frangula purshiana (DC) A. Gray ex J.C.Cooper (suku Rhamnaceae).
Pengumpulan dan penyimpanan. Simplisia adalah kulit kayu dikumpulkan dari tumbuhan liar pada bulan pertengahan April sampai akhir Agustus. Kulit diambil memanjang 5-10 cm, dikeringkan diketeduhan, dihindarkan dari Iembab dan hujan, karena kulit dapat berkapang. Kemudian disimpan paling Iebih dari satu tahun. Dahulu diekspor dalam bentuk simpleks, namun sekarang dalam bentuk ekstrak.
Identiflkasi. Makroskopik dan mikroskopik terdapat antara lain dalam Trease & Evans PharmacognOsy (2002).
Kandungan kimia (Constituents). Kaskara mengandung senyawa gol. antrakinon 6-9%, dalam bentuk O-glikosida dan C-glikosida. Ada empat glikosida primer, yaitu kaskarosida, yaitu kaskarosida A, B, C, dan D yang berbentuk 0- maupun C-glikosida. Senyawa Iainnya a.I. barbaloin dan krisaloin. Turunan emodin oksantron, yaitu aloe emodin dan krisofanol baik dalam bentuk bebas maupun glikosida. Juga berbagai turunan (derivates) diantron lainnya, yaitu palmidin A, B, dan C.
Simplisia pengganti dari tumbuhan Rhamnus cathartica dan R. carniolica.
c) Cassia pods (Buah trengguli)
AsaI tanaman. Buah yang dikeringkan dari Cassia fistula (suku Leguminosae). Tumbuhan ini ditanam di Hindia Barat (Dominika dan Martinique) dan Indonesia.
Bentuk dalam perdagangan. Bubur daging buah dibuat dengan perkolasi dengan air, diuapkan akan terbentuk bubur.
Kandungan kimia. Bubur kasia mengandung gula 50%, zat warna, dan minyak atsiri. Bubur ini mengandung rein dan senyawa mirip senidin. Daun tanaman ini mengandung rein bebas atau terikat, senidin, senosida A, dan B. Empulur mengandung barbaloin dan rein, serta Ieukoantosianidin.
Kegunaan. Menurut pengobatan Ayurveda bubur kasia bersifat antifungi, antibakteri, dan pencahar (laxatives), juga sebagai antitussive.
d) Rhei Radix (Rhubarb, Chinese Rhubarb)
Asal tanaman. Bagian dalam tanah yang dikeringkan dan Rheum palmatum L. (suku Polygonaceae) R. officinale atau hibrida dari dua jenis tanaman ini.
Pengumpulan dan persiapan. Dahulu diperkirakan akar ditumbuhkan atau ditanam di dataran tinggi (lebih dari 3000 m) dan digali pada musim gugur atau musim semi saat berumur 6-10 tahun. Didekortisasi dan dikeringkan. Akar yang telah didekortisasi adalah jika seluruh permukaannya disilinderkan (melingkar) atau jika dipotong secara longitudinal di bagian planokonvex (datar). Bagian yang digunakan sering memperlihatkan lubang yang mengindikasikan bahwa akar itu telah disiapkan untuk dikeringkan.
Obat ini diekspor dari Shanghai ke Tientsin, seringkali melewati Hong Kong. Kualitas yang lebih bagus dibungkus dalam kotak kayu kecil yang berisi 280 lb atau 50 kg, dan kualitas yang lebih jelek dalam tas.
Identifikasi. ldentifikasi secara makroskopi, mikroskopi, dan kimiawi tercantum dalam Trease & Evans Pharmacognosy (2002)
Kandungan kimia. Antrakinon bebas sebagai krisofanol, aloe-emodin, rhein, emodin, dan emodin mono-etileter (physcion). Senyawa tersebut juga terdapat dalam bentuk glikosida.
Simplisia lain. Dalam perdagangan dikenal Chinese rhapontic, India rhubarb, English rhubarb, dan Japanese rhubarb. Di Indonesia (P. Jawa: Kaliangkrik Kedu) juga dikenal akar kelembak untuk bumbu rokok, tidak dianjurkan untuk pengobatan karena adanya asam krisofanat dan rhaponticin menyebabkan sakit perut. Adanya rapon-tisin ditandai dengan adanya fluresensi biru yang kuat.
Kegunaan. Akar kelembak digunakan sebagai bitter stomachic dalam pengobatan diare, efek purgatif diikuti dengan efek astringent.
e) Aloe (Jadam arab)
Aloe atau aloes adalah getah yang dikeringkan dari daun Aloe barbadensis Miller (Aloe vera L.) dan dikenal dengan Curacao aloe atau Aloe ferox Miller dan hibridanya, yaitu A. spicata Baker, dalam perdagangan dikenal dengan Cape aloe (Fain. Liliaceae).
Aloe menghasilkan tidak kurang dari 50% bahan yang larut dalam air. Ada sekitar 300 jenis Aloe spp. yang dikenal dan banyak diantaranya merupakan tumbuhan aseli di Afrika. Banyak yang diperkenalkan di Eropa dan Hindia Barat. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan xerophytic yang mempunyai daun yang berdaging, biasanya tepi daun berduri, hampir mirip dengan agave (serat) (mis. Agave americana L., Amaryltidaceae).
Pemanenan dan pembuatan aloe. Daun-daun dipanen pada bulan Maret dan April dan letakkan bekas potongan melintang menghadap ke bawah pada penampung bentuk-V. Cairan yang keluar dari sel khusus tepat di bawah lapisan epidermis daun dibiarkan ditampung. Cairan yang diperoleh diuapkan dalam panci tembaga sampai kekentalan tertentu, dituang ke dalam wadah logam dan dibiarkan mengeras. Aloe sekarang diproduksi di Aruba, Bonaire, Haiti, Venezuela, dan Afrika Selatan. Di AS yang digunakan adalah Curacao aloe.
Sifat aloe. Aloe yang dipasarkan berbentuk masa opaque (tidak tembus sinar) bewarna hitam kemerahan sampai hitam kecoklatan sampai coklat tua. Rasanya memuakkan (memuntahkan) dan pahit. Baunya khas tidak enak.
Kandungan kimia. Aloe mengandung sejumlah glikosida antrakinon, utamanya barbaloin (aloe-emodin-C-10 glukosida antron). 0-glikosida dari barbaloin dengan gula tambahan berhasil diisolasi dari Cape aloe, senyawa ini disebut aloinosida. Bentuk bebas dari aloe-emodin dan antranol kombinasi dan bebas juga ditemukan, sedangkan asam krisofanat ditemukan dalam tipe aloe tertentu. Senyawa aktif dalam Curacao aloe lebih baik daripada Cape aloe, karena kandungan aloe-emodinnya dua setengah kali. Kandungan senyawa fisiologis aktif berkisar antara 10-30%, sedangkan kandungan yang tidak aktif 16-63%, yaitu berupa resin dan minyak atsiri.
Penggunaan. Bila digunakan sebagai katartik, beraksi pada usus besar. Glikosida aloe bersifat drastik yang kuat, lebih baik menggunakan bahan lain untuk tujuan katartik.
f) Aloe vera Gel
Gel segar yang berlendir terdapat dalam jaringan parenkim dalam daun bagian tengah dan Aloe barbadensis (Aloe vera). Digunakan bentahun-tahun untuk mengobati luka bakar, tergores, dan iritasi kulit lainnya. Dalam tahun 1935, getahnya dianjurkan untuk mengobati Iuka bakar tingkat tiga pada penyinaran dengan sinar-X, sekarang hanya digunakan sebagai pelunak (emollient) dan pelembab (moisturizing).
Aloe vera gel yang berupa produk yang distabilkan sekarang dibuat dari bagian tengah daun yang lunak dengan berbagai metode yang dipatenkan; diantaranya termasuk pemerasan (penekanan) dan ekstraksi dengan pelarut dalam kondisi “harsh”. Akibatnya produk ini sangat beragam. Dalam penelitian yang memiliki daya merangsang penyembuhan luka (cell-proliferative) adalah gel segar, sedangkan produk yang dikeringkan belum diteliti.
Penggunaan. Dapat digunakan sebagai obat dalam maupun obat luar. Sebagai campuran dalam hand lotion dan frozen yogurt. Indikasinya untuk yang dimakan adalah sakit kepala sampai obesitas, walaupun secara klinik belum terbukti.
3. Glikosida saponin
Golongan senyawa ini tersebar luas dalam tumbuhan tinggi. Saponin, seperti sabun, membentuk lautan koloidal dalam air dan membentuk busa bila digojog; berasa pahit menggigit; simplisia yang mengandung saponin menyebabkan bersin dan mengiritasi selaput Iendir. Dapat menghemolisis butir darah merah dan toksik terhadap hewan berdarah dingin (racun ikan). Bila dihidrolisis menghasilkan aglikon yang disebut sapogenin. Sapogenin dapat diisolasi dalam bentuk kristal bila dilakukan asetilasi. Proses ini dapat digunakan untuk memurnikan sapogenin. Saponin yang Iebih beracun disebut “sapotoksin”. Liquiritiae Radix dan Sarsaparllae Cortex mengandung saponin, demikian juga daging buah Sapindus rarac.
Banyak penelitian yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, industri, dan perguruan tinggi untuk mencari sumber saponin steroid guna prazat (precursor) pembuatan pil KB, untuk prazat kortison dipilih yang memiliki gugus hidroksil pada posisi 3- dan 11- karena akan lebih mudah diubah menjadi kortison. Nampaknya yang digunakan sebagai sumber prazat kortison dan turunannya adalah (1) diosgenin dan botogenin dari marga Dioscorea, (2) hekogenin, manogenin, dan gitogenin dari marga Agave, (3) sitosterol dari minyak nabati, dan (4) sarsapogenin dan smilagenin dari jenis Smilax.
Anggota-anggota familia Liliaceae, Amaryllidaceae, dan Dioscoreaceae yang semua kelas merupakan Monocotyledonae, sedangkan pada kelas Dicotyledonae nampaknya hanya suku Apocynaceae yang menjanjikan, utamanya jenis Strophanthus. Akhir-akhir ditemukan sumber lain untuk steroid, yaitu pada rimpang dan biji Costus speciosus (pacing) suku Zingiberaceae mengandung diosgenin dan buah beberapa jenis Solanum (suku Solanaceae), misalnya Solanum khasianum mengandung solasodina.
Biosintesis glikosida saponin. Glikosida saponin dibagi dua golongan tergantung pada aglikonnya (sapogeninnya), yaitu saponin netral atau saponin steroid dan saponin asam yang berupa triterpenoid. Untuk steroid dan triterpenoid biosintesis lewat jalur asetat dan mevalonat, sebelum terjadi siklisasi terbentuk skualena. Untuk steroid, misalnya hasil akhir berupa kolesteral atau inti steroid spiroketal (mis. diosgenin) atau triterpenoid pentasiklik (mis. ß-amyrin).
a) Liquiritiae Radix (Glycyrrhiza, Licorice root, Akar kayu manis cina) Liquiritiae Radix adalah akar yang dikeringkan dan Glycyrrhiza glabra L. dikenal dengan nama Spanish licorice atau G. glabra L. var. glandulifera Waldstein et Kitaibel, yang dalam perdagangan dikenal sebagai Russian licorice atau varitas lainnya yang menghasilkan kayu manis dan kuning.
Pemanenan. Akar digali dari tanaman yang berumur 3 atau 4 tahun, dipanen pada musim gugur, pada masa itu belum berbuah. Pada waktu itu kayu berasa paling manis. Akar yang telah dicuci dikeringkan diudara (sekitar 4 sampai 6 bulan). Untuk akar yang besar (Russian licorice) dikupas !ebih dulu sebelum dikeringkan. Di Turki, Israel, dan Spanyol akar diekstraksi dengan mendidihkan dengan air, disaring dan diuapkan sampai kekentalan tertentu atau bentuk lain (serbuk).
Kandungan kimia. Mengandung glikosida saponin, yaitu glycyrrhizin (glycyrrhizic acid), yang berasa manis 50 kali lipat sukrosa. Bila dihidrolisis senyawa tersebut akan terurai menjadi asam glisirisat dan 2 molekul asam glukuronat yang tidak berasa manis lagi. Asam glisirisat merupakan triterpen pentasiklik merupakan turunan tipe ß-amyrin. Kandungan lainnya glikosida flavonoid (antara lain likuiritin, isolikuiritin, likuiritosida, isolikuiritosida, ramnoli-kuiritin, dan ramnoisolikuiritin), turunan kumarin (herniarin dan ubeliferon), asparagine, 22,23-dihidrostigmasterol, glukosa, manitol, dan amilum 20%.
Kegunaan. Bersifat demulsen (pelunak) dan eks-pektoran (peluruh dahak). Sening digunakan untuk menutupi rasa tak enak atau sebagai flavoring agent , misalnya dalam minuman yang mengandung amonium klorida, aloe, atau kinina. Adanya saponin juga dapat membantu kelarutan serta absorbsi obat, misalnya gliko-sida antrakinon. Dalam perdagangan sering merupakan komponen tablet kunyah, permen, pastiles, campuran rokok, tembakau kunyah, juga ditambahkan dalam minuman bin untuk meningkatkan pembuihan dan meningkatkan rasa pahit. Dalam penelitian akhir-akhir ini di Eropa, asam glisirisat bersifat anti-inflamasi, akar kayu manis untuk mengobati tukak lambung dan penyakit Addison (chronic adrecortical insufficiency).
Glisirisin meningkatkan retensi cairan tubuh dan natrium dan meningkatkan pengeluaran kalium. Seseorang yang mempunyai problem jantung dan hipertensi seyogyanya menghindari konsumsi terlalu banyak simplisia atau ekstrak ini.
b) Succus Liquiritiae (Ekstrak kayu manis, Pure licorice root extract) merupakan massa granular dengan rasa yang khas manis. Digunakan sebagai kamponnen obat batuk hitam (OBH). Sifatnya sangat higroskopis dan akan membentuk massa liat dan keras sukar diperlakukan.
c) Dioscorea (Umbi gadung)
Yam merupakan nama yang populer untuk berbagai jenis gadung (Dioscorea) yang enak dimakan (edible). Benbagai jenis Dioscorea dikenal sebagai Mexican yam yang mengandung prazat kortison, yaitu diosgenin dan botogenin. Misalnya kedua aglikon itu berasal dan Dioscorea spiculiflora yang merupakan jenis yang dibudidaya. Kerangka steroid botogenin diubah dengan memindahkan atom oksigen dari posisi 12- ke 11-dari molekul polisiklik sebelum digunakan sebagai zantara (intermediate) dalam produksi kortison. Diosgenin diperoleh dengan menghidrolisis dioscin, sekarang merupakan prazat yang terbesar untuk gluko-kortikoid yang diubah dengan melibatkan transformasi oleh mikroba.
Mexican yam diperoleh dan D. floribunda yang menurut Departemen Pertanian AS merupakan sumber yang paling baik untuk senyawa steroid.
k) Glikosida sianofora (Cyanogenic glycoside, Gliko-sida sianogenik)
Beberapa glikosida bila dihidrolisis menghasilkan asam sianida, umumnya terdapat pada tumbuhan suku Rosaceae. Glikosida yang sering dijumpai adalah amigdalin (bila dihidrolisis, selain asam sianida juga dihasilkan benzaldehid, sehingga amigdalin juga termasuk dalam glikosida aldehid).
Glikosida sianofora yang lazim adalah turunan mandelonitril (benzaldehid-sianohidrin). Golongan ini diwakili oleh amygdalin, yang terdapat dalam kadar tinggi pada buah amandel pahit, biji apricot, cherries, peaches, plums dan banyak biji pada suku Rosaceae, dan juga oleh prunasin yang terdapat dalam Prunus serotina. Baik amigdalin maupun prunasin bila dihidrolisis menghasilkan D-mandetonitril sebagai aglikon, sedangkan sambunigrin dan Sambucus nigra menghasilkan L-mandelonitril se-bagai aglikon.
Bila amigdalin dihidrolisis akan menghasilkan 2 molekul glukosa bukan maltosa. Hidrolisis amigdalin berlangsung dalam tiga tahap, yaitu (1) molekul dihidrolisis dan melepaskan satu molekul glukosa dan satu molekul mandelonitril glukosida, (2) molekul glukosa kedua dilepas dan menghasilkan mandelonitril, dan (3) mandelonitril terurai menjadi bebzaldehid dan asam sianida.
Enzim emulsin, yang terdapat dalam biji amandel terdiri dari dua enzim, yaitu amigdalase yang mengakibatkan hidrolisis sesuai dengan tahap satu dan prunase yang menghidrolisis sesuai dengan tahap dua.
Penggunaan. Bahan yang mengandung glikosida ini sering digunakan sebagai flavoring agent pada makanan. Sediaan yang mengandung amigdalin bersifat antikanker dan disebut laetril atau vitamin B17, dan digunakan untuk mengontrol sickle cell anemia.
3. Glikosida isotiosianat
Biji dari beberapa tumbuhan dari suku Cruciferae mengandung glikosida yang aglikonnya isotiosianat. Aglikon ini baik berupa turunan senyawa alifatik maupun aromatik. Contoh yang menonjol adalah sinigrin (mustar hitam), sinalbin (mustar putih), dan glukonapin (biji sawi). Bila dihidrolisis dengan enzim myrosin, menghasilkan minyak mustar. Walaupun minyak lemak dalam biji lebih banyak daripada minyak atsiri yang dihasilkan dengan hidrolisis, namun aktivitas diakibatkan oleh minyak atsiri.
a) Mustar (mustard, moster)
Black mustard, sinapis nigra, atau mustar coklat adalah biji masak yang dikeringkan dan berbagai varitas Brassica nigra (L.) Koch atau Brassica juncea (L.) Czerniaew (suku Cruciferae). B. nigra dibudidaya di lnggnis, sedangkan B. alba di India.
Kandungan. Meskipun mustar hitam mengandung minyak lemak (30-35%), kandungan berkhasiat adalah glikosida, sinigrin (kalium mirosinat) yang didampingi oleh enzim mirosin. Bila biji ditambah air dan digerus, mirosin akan menghidrolisis sinigrin menghasilkan alilisotiosianat yang menguap.
Kegunaan. Muster hitam merupakan local irritant dan emetik. Sebagai obat luar untuk rube facient dan vesicant. Dalam perdagangan digunakan sebagai bumbu.
White mustard, sinapis alba adalah biji masak dikeringkan dari B. alba (L.) Hooker f. (suku Cruciferae).
Kandungan. Mengandung glikosida sinalbin yang dengan enzim mirosin menghasilkan akrinil isotiosianat, rasa menggigit, namun tidak berbau karena kurang menguap dibanding aliltiosianat. Minyak Iemak sekitar 20-25%.
Pembahasan selanjutnya akan diterbitkan dalam Reader II.
Simplisia yang mengandung glikosida yang tercantum dalam
Materia Medika Indonesia (MMI)
1. Rhei Radix (akar kelembak): akar dari tanaman Rheum officinale Baillon (Polygonaceae) (MMI Jilid VI).
2. Cassiae fistulae Pulpa (daging buah trengguli): daging buah masak dari Cassia fistula L. (Leguminosae) (MMI Jilid )
3. Cassiae alatae Folium (daun ketepeng kebo): daun dari Cassia alata L. (Leguminosae) (MMI jilid )
4. Cassiae torae Folium (daun ketepeng): daun dari Cassia tora L. (Leguminosae) (MMI jilid )
5. Aloe: cairan dikeringkan dari Aloe vera (Lilieaceae) (MMI jilid )
6. Morindae citrifoliae Fructus (buah pace); buah yang tua tetapi belum masak dari Morinda citrifolia L.) (Rubiaceae) (MMI jilid )
Tugas: Carilah Iainnya dari MMI.
DAFTAR PUSTAKA
Bruneton,J.,1999, Pharmacognosy – Phytochemistry – Medicinal Plants,Second, Lavoisier Pub. Inc. c/o Springen Verlag, Secaucus USA.
Dewick, P.M., 1997, Medicinal Natural Products-A Biosynthetic Approach, John Wiley & Sons, Chichester.
Evans,W.C. and Evans,D., 2002, Trease and Evans Phamacognosy, 15 th Edition, W.B.Saunders, Edinburg, London.
Samuellsson, G., 1999, Drugs of Natural Origin – A Textbook of Pharmacognosy, 4th Revised Edition, Apotekarsocieteten, Stockholm, Sweden.
Tyler,V.E., Brady,L.R., Robbers,J.E., 1988, Pharmacognosy, Ninth Edition, Lea & Febiger, Philedephia.
Retno Sunarminingsih Sudibyo, 2002, Metabolit Sekunder : Manfaat dan Perkembangannya dalam Dunia Farmasi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar UGM, Jogjakarta.
Anonim, , Materia Medika Indonesia, Jilid I-VI, Dep. Kes. R.I., Jakarta.
Anonim, 1990, Cara Pembuatan Simplisia, Dep. Kes. R.I., Jakarta.
Anonim, 1992, Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik, Dep. Kes. R.I., Jakarta.
Warta Tumbuhan Obat Indonesia dan jurnal terkait.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar